Lihat ke Halaman Asli

Getha Dianari

Karyawan Swasta

Pelayanan di Era Citizen 4.0

Diperbarui: 30 Januari 2020   11:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pict Source: http://elsaonline.com/

Apa yang terlintas di benak Anda ketika mendengar istilah "pelayanan" atau pelakunya yang biasa kita sebut "pelayan"?

Saya mengangkat topik ini setalah tiba-tiba saja tersadar sembilan tahun sudah saya mengabdikan diri sebagai seorang pelayan, atau berkecimpung di bidang pelayanan. Citizen 4.0 sendiri merepresentasikan karakter masyarakat di era digital, merupakan judul buku karya Hermawan Kartajaya et al (2018).

I am a servant

Pada tahun 2009, ayah mendirikan sebuah bisnis studio musik, laris dan punya banyak pelanggan setia. Kala itu usia saya 14 tahun, untuk pertama kalinya saya diperkenalkan dengan konsep pelayanan, arti pentingnya bagi pelanggan dan dampaknya terhadap keberlangsungan sebuah bisnis. Bahwasanya hal fundamental terletak pada standar operasional prosedur (SOP) yang direncanakan dengan matang, berorientasi pada kenyamanan dan pengalaman mengesankan bagi pelanggan, di satu sisi mengakomodir sistem keamanan bagi pelaku usaha.

Juga satu konsep paling dasar dari sebuah customer engagement, yakni transparansi, melayani dari hati dan menjaga relasi. Selama hampir delapan tahun saya mengabdikan diri terlibat dalam perencanaan dan operasional bisnis keluarga tersebut.

Saat usia 18, saya menantang diri membuka bisnis sendiri. Kala itu saya tidak punya tabungan ataupun keberanian untuk meminta sponsor orang tua, lantas "Adakah bisnis yang bisa dilakoni tanpa modal sepeserpun?". Akhirnya terpikir, kenapa tidak menjual jasa berdasarkan kemampuan yang melekat pada diri sendiri, saya memilih 'imu' dan 'pengajaran'.

Saya membuat sebuah prosedur yang menguntungkan untuk pelaku usaha sehingga tidak ada biaya finansial yang harus dikorbankan, namun menjadi value added atau benefit bagi pelanggan. Yakni menjadi guru bimbel privat datang ke rumah. Modul materi saya buat sendiri, namun biaya cetak modul ditanggung peserta. Berbekal kemampuan marketing, perencanaan prosedur, dan teknik komunikasi dalam mengajar, tak disangka-sangka bisnis laris manis. Selama setahun, tak kurang dari 50 murid saya layani. Number is just number, hal terpenting adalah semua pelanggan merasa terjamin, senang, dan setia terhadap layanan yang kita berikan.

Jiwa pelayanan itu ternyata semakin menjadi setelah kuliah. Bergabung dalam organisasi kemahasiswaan selama dua periode, artinya saya menerima konsekuensi sebagai pelayan mahasiswa. Di luar itu, saya menjadi pelayan masyarakat dengan membuat sebuah komunitas sosial kecil-kecilan berbasis edukasi untuk kalangan marginal Bandung. Juga di saat bersamaan, empat semester menjadi tutor mahasiswa mata kuliah ekonomi makro.

Setelah lulus kuliah, barangkali memang inilah jalan Tuhan, saya diterima bekerja untuk divisi yang berurusan dengan pelayanan pelanggan.

Why service?

Pada dasarnya, semua manusia mengalami fase dirinya mau tak mau harus dilayani dan melayani, serta atas dasar pilihan ia memutuskan untuk melayani atau dilayani. Bagaimana menurut Anda?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline