Lihat ke Halaman Asli

Freelancer Sih, tapi Layak Dibayar dan Dihargai Lho!

Diperbarui: 18 November 2017   14:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kemajuan teknologi menuntut kita sebagai manusia untuk terus berubah dan mengikuti perkembangan zaman yang ada. Salah satunya di bidang industri kreatif. Dimana yang dulu kerja itu harus berada di kantor, sekarang bisa kerja di mana aja termasuk di rumah. Dahulu menjadi karyawan tetap adalah impian, sekarang menjadi seorang freelancer adalah pilihan yang memudahkan kita.

Bicara tentang freelancer, saya sepenuhnya tidak bisa dibilang sebagai freelancer. Masih memiliki pekerjaan tetap, namun tetap menerima kerjaan lain di luar kerjaan kantor. Bisa dibilang freelancer juga gak, ya? Hehe.

Banyak alasan kenapa saya masih mengambil pekerjaan lain di luar kerjaan kantor. Pertama ya masalah uang, tambahan duit jajan lha. Kedua dengan mengambil pekerjaan lain (freelancer) saya bisa mengembangkan terus skill sebagai copywriter yang kadang di pekerjaan kantor tidak bisa tersalurkan. Ketiga ya fleksibel, gak buru-buru memberi deadline, ya walau kadang dibayarnya juga gak buru-buru sih, ini sedihnya.

Enak gak enak jadi freelancer, akhir-akhir ini saya mendapat tawaran freelancer yang kurang mengenakkan. Suatu ketika saya ditawarkan untuk menulis 8 artikel, setelah ngobrol-ngobrol, nominal yang diberikan sangat lha murah dan dibayar di akhir kontrak ketika tulisan ke 8 tayang. Tidak hanya itu, beberapa teman saya juga mengalami hal yang sama. Diminta membuatkan sebuah desain yang banyak, dengan nominal yang murah. Gak hanya sampai di situ, ada juga pengalaman teman saya lainnya yang dimintain desain, sudah dikerjakan, saat menagih pembayaran, eh orangnya ilang gitu aja.

Jujur, saya heran sih sama orang-orang yang memiliki tabiat seperti itu. Bisa kah mereka sadar bahwa sebuah karya itu mahal harganya? Bisa kah mereka menghargai sebuah kreatifitas? Gak heran sih kenapa para pekerja industri kreatif di Indonesia banyak yang kabur dan berkarya di luar negeri. Di sana mereka dihargai, peraturannya sudah jelas, gak seperti di sini.

Sebagai penutup, sampai kapan kita menyepelekan sebuah karya orang lain? Silakan tanyakan pada diri masing-masing.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline