Seorang anak muda datang ke sebuah minimarket dengan tangan kosong dan muka yang sedikit lusuh karena kecapaian sehabis pulang kerja. Lalu membeli kurang lebih 15 pcs mie instant dan 1 pack telur, dan hendak membayar ke kasir. Sesampainya di kasir, mbaknya bertanya "mau pakai kantong nggak pak?" "............."
Mungkin inilah pertanyaan yang sedang "hits" ketika kita berkunjung ke minimarket atau supermarket. Pemerintah melalui Kementrian Lingkungan Hidup telah mengeluarkan PerMen yang mengatur diet kantong plastik dengan membebankan Rp.200.- untuk setiap kantong plastik yang diberikan ke pelanggan.
Yang menjadi pertanyaan, seberapa efektifkah selempeng 200 rupiah untuk mengurangi sampah plastik di Indonesia ini?
Para ibu rumah tangga mungkin sudah mulai hitung-hitungan bahkan cenderung pelit terkait dengan aturan baru ini, mereka mulai rela berepot ria untuk berusaha tidak menggunakan sama sekali kantong plastik untuk belanjaan mereka. Iya kalau belanjanya cuma di indomaret alfamart, gimana kalo belanjanya di Carrefour atau Hypermart? Gotong-gotong karduskah?
Saya dari sisi pria, melihat peraturan ini sangatlah tidak efisien dan efektif, untuk apa kita irit-irit 200 rupiah toh kalau pada akhirnya kita sendiri yang jadi rempong. Pakai kardus? Oke, tapi buang waktu lagi, si mas mbak kasirnya ambil kardus dulu dari entahlah, belom lagi ngelakban segala macem. Bawa tas belanja? Kadang kepikiran untuk belanja itu tiba2 dan ngga tau apa yg akan dibeli, klo beli yang basah-basah kyk sayuran atau nugget membuat tas menjadi kotor.
Skenario kalau beli kantong Rp.200 : kita ngga repot mikir lg bawa pake apa, irit waktu, kantong plastik juga nantinya bisa dipake buat bungkus barang-barang dirumah, atau yang paling umum dipake ibu rumah tangga untuk kantong sampah.
Jadi kesimpulan yang bisa diambil, selama kantong plastik masih diproduksi dan beredar luas, peraturan diet kantong plastik dengan berbiaya tidak akan sepenuhnya efektif. Itu hanya akan meringankan beban supermarket aja atas biaya kantong plastik yang mereka keluarkan tapi dampak ke lingkungan kurang signifikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H