Lihat ke Halaman Asli

Cerdiknya Nahdlatul Ulama (NU)

Diperbarui: 20 Juni 2015   04:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Konstelasi politik dalam masa kampanye pemilu presiden 2014 cukup menarik untuk disimak. Pasangan Capres-Cawapres, baik Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK berlomba-lomba untuk mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, tak terkecuali ormas Islam.Ormas Islam, terutama Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) memang masih menjadi daya tarik tersendiri dalam hajatan politik seperti pemilu presiden 2014. Kedua ormas Islam sangat diminati dan dijajaki oleh pasangan Capres karena memiliki basis massa yang sangat besar dan menyebar hampir di seluruh pelosok negeri ini. Dalam tulisan ini, saya akan sejenak mengesampingkan Muhammadiyah. Mengapa? Karena meskipun cawapres dari Prabowo yakni Muhammad Hatta Rajasa notabene merupakan kader dan warga Muhammadiyah namun secara jelas Muhammadiyah menyatakan bahwa mereka tidak berpolitik praktis dan tidak memihak kepada salah satu pasangan capres.

Kader Muhammadiyah yang lain pun tidak terkesan aktif dalam berpoltik praktis. Dalam tulisan ini saya akan menyoroti sepak terjang Nahdlatul Ulama dalam peta persaingan politik pemilu presiden 2014. Meskipun melalui Said Agil ditegaskan bahwa NU tidak memihak salah satu pasangan capres-cawapres, namun pada prakteknya tetap saja ada beberapa kader NU yang berpolitik dan mendukung calon yang berbeda dalam pemilu presiden 2014. Tercatat dibalik pasangan Prabowo-Hatta ada nama besar seperti Mahfud MD (mantan ketua MK), pengurus PPP dan beberapa pengurus PBNU termasuk Yenni wahid. Sedangkan dibalik kubu Jokowi-JK ada nama-nama seperti Khofifah Indar Parawangsa, Muhaimin Iskandar (Cak Imin) dan tokoh-tokoh PKB lainnya. Deklarasi yang kedua belah pihak lakukan pun diliput oleh media. Peliputan media ini seolah-olah ingin menunjukkan eksistensi NU dalam kancah perpolitikan nasional.

Jika para “penggedhe-penggedhe” NU sudah memainkan politik praktis secara jelas dan terbuka, maka jangan heran jika dalam beberapa kegiatan keagamaan seperti khotbah Jum’at dan pengajian-pengajian yang berada dalam lingkungan NU para kiyai akan membawa tema-tema politik dan bahkan kampanye terselubung karena mereka menganggap hal itu sah-sah saja dilakukan dan dicontohkan oleh pemimpin mereka. Jika dilihat dari kacamata awam, apa yang dilakukan oleh beberapa partai berhaluan NU macam PKB dan PPP serta kader NU ini mencerminkan perpecahan sedang melanda NU terkait dukungan terhadap pasangan capres dan cawapres.

Jauh dari kesan perpecahan yang dialamatkan kepada NU, saya melihat bahwa sebenarnya NU sedang memainkan politik “dua kaki” dan menganggap hal ini menguntungkan bagi mereka. Dengan menempatkan partai dan kader pada masing-masing pasangan capres dan cawapres kali ini, bisa dipastikan bawasanya siapapun yang akan menjadi pemenang dalam Pilpres kali ini, posisi NU akan tetap aman dan memiliki posisi tawar yang tinggi berkat dukungannya terhadap pemenang Pilpres. Untung menurut NU, belum berarti baik menurut masyarakat. Dengan mempraktekkan politik “dua kaki” NU dinilai hampir tidak berbeda dengan partai politik yang mengerahkan massa dalam setiap kesempatan Pemilu. Sekali lagi, apa yang dilakukan oleh NU dalam kampanye Pilpres 2014 ini sudah sangat mencerminkan bahwa NU ingin mendapatkan timbal balik kekuasaan dari apa yang telah mereka perjuangkan. Hal ini cukup terbukti mengingat setiap periode kepemimpinan presiden, bisa dipastikan kader NU akan mendapatkan beberapa jatah jabatan menteri, yah setidaknya menteri Agama dengan seabrek proyek-proyeknya. Wallahu A’lam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline