Tidak butuh waktu berselang, mengemukanya gagasan pemerintah dalam wacana pemerintah terkait RUU Permusikan menuai protes. Utamanya bagi para musisi, ada nilai-nilai kebebasan yang dipandang akan dikurangi jika kebijakan ini disahkan.
Menurut mereka seni adalah perihal kebebasan, sehingga menjadi rancu ketika kesenian yang telah biasa menjadi salah satu gas buang pun menjadi ladang mencari uang para pekerja seni.
Pergerakan pun berbagai macam bentuknya, mulai dari pembentukan koalisi tolak RUU Permusikan yang berisikan sekitar 200 musisi, sampai kemudian cuitan satire seorang senimaan kenamaan, Sujiwo Tejo.
Dikutip dari haionline, melalui akun Twitter miliknya @sudjiwotedjo, pria berusia 56 tahun ini mengusulkan kepada DPR untuk membuat RUU Pernafasan guna melengkapi RUU Permusikan dan Indonesia bisa makin dikenal sebagai negara hukum.
"Pagi. Gimana kalau dibentuk RUU Pernafasan, untuk melengkapi RUU Permusikan dll. Ini agar Indonesia bisa disebut negara hukum saking banyaknya UU. Contoh pasal UU Pernafasan: Abis makan pete apalagi jengkol dilarang naik lift," tulis Sujiwo Tejo pada Rabu kemarin (6/2).
Sebelumnya, Sujiwo Tejo juga sempat menyampaikan sikap penolakan terhadap RUU Permusikan melalui akun Twitter miliknya pada Senin lalu (4/2).
Dalam cuitan pertama, pria kelahiran Jember tersebut menjelaskan bahwa akan ada debat kusir imajiner apabila nantinya pemerintah benar-benar mengesahkah RUU Permusikan.
"Debat kusir imajiner ini betul-betul akan terjadi bila pasal karet dalam RUU Permusikan disahkan #TolakRUUPermusikan," tulis @ sudjiwotedjo sambil memberikan contoh kasus.
Lebih lanjut, Sujiwo Tejo menjelaskan bahwa apabila RUU Permusikan disahkan, seseorang bisa dengan mudah mempolisikan musisi hanya karena lirik dalam lagu buatannya.
"Realitas khayalan ini akan jadi realitas konkret jika pasal karet RUU Permusikan disahkan #TolakRUUPermusikan," tulisnya sambil kembali memberikan contoh kasus.
Sujiwo Tejo pun menyarankan supaya DPR membuat Undang-undang Tulisan Bokong Truk karena bisa menimbulkan ketersinggungan apabila ditanggapi secara serius.
Menarik untuk disimak bagaimana yang akan terjadi kedepannya. Apakah pemerintah bersikukuh akan agenda ini (RUU Permusikan, red.) ataukah nanti ada dialog lebih lanjut? Saya pikir seyogianya pemerintah ikut ambil bagian dalam kolaborasi ini, seperti jargon ngayomi, ngayemi, ngayani yang didengungkan oleh seorang calon wakil rakyat Bambang Soepijanto.