Lihat ke Halaman Asli

Longsor Kian Mengintai (Kota) Yogyakarta

Diperbarui: 14 Januari 2019   02:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Semasa kecil sejak mulai paham akan berita, tanah longsor seakan menjadi informasi rutin ketika musim penghujan. Dari dulu sekali, berita tentang tanah runtuh tersebut kerap akrab sekitar wilayah pegunungan yang memang riskan. Namun bertambah tahun longsor tidak lagi hanya terjadi seputar daerah tersebut. Apalagi, tajuk cuaca ekstrem semakin menjadi konsekuensi logis saat alam tak lagi 'pilih kasih'. Benar, tanah longsor kemudian menjadi dapat terjadi dimana saja termasuk di Yogyakarta.

Yogyakarta memang memiliki daerah-daerah yang 'identik' dengan bencana alam ini (tanah longsor, red.). Sebut saja daerah di Gunung Kidul atau Kulon Progo disekitar perbukitan menoreh. Kontur pegunungan kerap akrab ditengarai sebagai wilayah rawan longsor. Namun bukan itu yang membuat saya kemudian mendiskusikan tentang longsor di Yogyakarta. Satu hal lain yang menggelitik saya membahas hal ini adalah longsoran yang terjadi diseputaran Kota Yogyakarta. Sehingga 'tidak perlu' jauh mengarahkan mata untuk melihat fenomena alam sampai keujung barat ataupun selatan-timur Jogja.

Mendakwa Cuaca Ekstrem

Sepanjang tahun 2018 lalu, banyak fenomena alam yang tidak lagi bisa ditinjau dari prinsip regularitas. Mulai hitungan musim, hingga yang langsung dapat dirasakan yakni cuaca panas-hujan yang 'semena-mena'. Hal ini kemudian membuat orang-orang sekaligus para pakar mengerucutkan situasi demikian dengan istilah cuaca ekstrem. Prakiraan cuaca pun seperti tidak lagi bisa 'diandalkan', terutama bagi kita yang ingin berkegiatan diluar ruangan (outdoor). Dari sisi kesehatan, jelas signifikan. Pancaroba sebagai pengertian musim yang berubah-rubah kerap diidentikan dengan masa imunitas tubuh yang rentan. Apalagi waktu-waktu 'pancaroba panjang' ini, multivitamin untuk ketahanan tubuh sepertinya jadi laku keras, selain persiapan pribadi masing-masing orang.

Selain dampaknya terhadap manusia, cuaca ekstrem terlebih dahulu berdampak spontan terhadap alam. Sebut saja dalam bencana banjir dan tanah longsor. Namun sebaiknya (paling tidak menurut saya) cuaca ekstrem jangan kemudian dipandang sebagai sumber permasalahan. Lebih dari itu, mitigasi kebencanaan menjadi satu hal yang perlu dipikirkan matang-matang. Baik itu dimulai dari inisiatif individu masyarakat, maupun lewat inisiasi dari pihak pemerintahan.

Dokpri

Banjir dan Longsor yang Merambah Kota

Saya tinggal di wilayah perkotaan Jogja kurang lebih tiga tahun belakangan. Sebelumnya bertempat tinggal area yang lebih pinggiran (luar ringroad utara Jogja). Saat itu masih ingat ketika suara sungai tepat disisi timur masih begitu menenangkan. Namun sayang tak berlangsung lama, awal 2017 tiba-tiba saja longsoran meluluh-lantakan sebagian sisi tempat tinggal.

Dua tiga kali pula saya pernah menyurati pemerintah sampai tingkat kecamatan, namun sayang hasilnya nihil. Padahal dua tahun bukan pula waktu yang singkat untuk menunggu tanggapan pihak terkait. Tetap saja nir-solusi. Beberapa kali pula ada pihak-pihak mencoba meliput potret miris sekitaran sungai ini. Mulai dari media TV nasional maupun swasta, hingga yang terakhir saya ingat yakni perwakilan dari dinas PU Kota Jogja. Untuk yang terakhir ini, mereka mengemukakan memang tidak bisa menindaklanjuti sampai tingkat eksekusi. Akan tetapi rekomendasi untuk menjadi prioritas agar segera ditangani menjadi janji yang saya pegang sampai saat ini.

Paling cepat Desember 2018, sebab memang ada agenda pemerintah untuk revitalisasi sungai; termasuk daerah sekitar Kali Winongo. Saya pikir pas sekali, namun hingga minggu kedua bulan Januari ini belum ada tanda-tanda kedatangan pihak-pihak pelaksana. Ahh baiklah lebih baik menunggu sembari berpegang pada janji manis perwakilan pemerintah tadi.

Mengawali dengan Saling Mengingatkan

Ketika disadari bahwa tidak bisa sekaligus mengelola kebencanaan dibanyak tempat, saya pikir tanggung jawab ini dapat dimulai dari saling mengingatkan. Mulai dari dampak cuaca ekstrem secara umum, hingga kemungkinan-kemungkinan banjir dan longsor di wilayah tertentu. Menyoal media, saat ini saya pikir telah banyak platform media yang mudah untuk dijangkau berbagai kalangan. Toh mekanisme penyebaran informasi secara gethok tular masih menjadi salah satu yang paling signifikan bagi masyarakat Jogja. Menyoal kebencanaan oleh karena cuaca ekstrem yang masih berlangsung seyogianya dihadapi dengan bijak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline