Lihat ke Halaman Asli

Musik Bambu, Penawar Jengah Kala Lampu Merah

Diperbarui: 2 Desember 2018   01:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Foto: jatiasih.my.id

Berkelana pada jalan-jalan Yogyakarta selalu saja seru. Tiap sudut kotanya seperti menawarkan ciri khas-nya masing-masing. Tak terkecuali pada lampu merah yang kerap menjadi 'penghambat' saat kita diburu agar sampai tujuan tepat waktu. Jalanan Jogja juga kian ramai pengguna kendaraan bermotornya. Hingga kadang penat ditempat kerja ataupun hari-hari kuliah yang berat menjadi 'komplit' lantaran jalan pulang yang padat.

Namun ada yang menarik dibeberapa lokasi lampu merah; seperti diperempatan dari Jalan Kaliurang menuju kawasan Terban atau juga kantong parkir Ngabean. Saat lampu merah menyala, para musisi yang sudah berjajar lantas memainkan lagunya. 

Pilihan lagu ringan seperti dangdut koplo kerap menjadi alunan yang diperdengarkan. Lagunya mungkin biasa kita lihat dengar ditelevisi atau jadi pilihan gitaran bersama teman-teman. 

Akan tetapi yang berbeda adalah alat musiknya, menggunakan bambu lantas menyuguhkan aransemen yang nyeleneh namun membuat kepala memanggut. Oleh sebab menggunakan headset saat naik motor kerap ada himbauan untuk dihentikan, maka sajian musik bambu menjadi alternatif kala menikmat perjalanan.

Sumber Foto: lampung.tribunnews.com

Satu yang saya amati menjadi ciri khan musik bambu, tak peduli lagu yang dimainkan itu tentang bahagia maupun tentang duka; musik yang dimainkan selalu berkesan riang. Seperti persuasi bagi para penunggang kendaraan bermotor. Bahwa sejengah apapun perjalanan akan tetap dapat dinikmati, tohh baik melalui dengan 'ikhlas' maupun menggerutu tetap saja lengang-padat dan lampu merah jadi paket jalanan Jogja khususnya.

Jogja memang tempatnya manusia berkesenian, sebab memang demikian sesuai predikatnya sebagai sebagai pewaris kebudayaan. Sebagai bagian dari world heritage, Yogyakarta akan selalu dijaga identitasnya. 

Demikian pula menjadi komitmen seorang Bambang Soepijanto, yang lama meniti sepak terjangnya di Jogja. Agar warga Jogja semakin bangga wilayahnya selalu mendapat apresiasi positif baik dari mancanegara maupun domestik.

Jadi bagaimana? Siap menikmat penawar jengah kala lampu merah?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline