Lihat ke Halaman Asli

Niko Nababan

Manusia biasa yang berproses menjadi seorang guru

Puisi: Akhir Sang Mawar

Diperbarui: 27 Januari 2025   03:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://pixabay.com/id/

Dia yang dengan sabar, menantikan kelopak bunga mawar itu mekar lagi. Diambilnya segelas air, lalu disiramnya akar mawar yang ia sembunyikan di balik jari-jari tangannya, lalu larut ia dalam perasaan. Pandangannya semakin gelap, tak mampu berpegang pada tangkai bunga itu. Ia merintih, lengannya tergores, tertusuk duri kering mawar itu, lalu berdarah. Ia, sang pemilik mawar, diperhatikannya lekuk kaku pada helai daun itu. Setiap helai daun itu adalah penantiannya, perlahan gugur, menyisakan sesak yang mengalir pada pembuluh nadi, hingga terasa sulit bernapas.  Tangkai bunga mawar itu dipegangnya erat, sudah semakin rapuh dan tidak ada harapan lagi. 

Niko Nababan

Palembang, 27/1/25

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline