Lihat ke Halaman Asli

Niko Nababan

Manusia biasa yang berproses menjadi seorang guru

Di Secangkir Kopi

Diperbarui: 29 April 2019   20:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com

Rasaku. Meluap bersama larutan hangat. Pahit lalu bercinta. Menyisakan hampa dalam serpihan. Aku yang dimabuk amarah. Menistakan rasa yang ditawarkan. Di dalam segelas sajian.

Untukmu yang mendekap. Di dalam rayuan senja. Kembalilah. Sosokmu kurindukan. Aku medambakan di awal. Sebelum petang berakhir. Di dalam gelap sekawanan awan.

Manis. Dekap aku semalam. Di secangkir itu. Bersama kita meracik rasa. Aku enggan menyisakan masa dengan sia-sia. Aku ingin mengenalmu. Lewat serpihan. Lewat setiap letupan yang menjadi candu di secangkir itu. Oleh karena pesona yang kau umbar disetiap lawatanmu.

Ingatlah aku. Yang mencintaimu sehabis fajar dan selepas petang. Mereka yang menuntunku di awal. Tawarkan rasa yang sejati dan kekal. Tentang bagaimana cara mencintai dengan tulus dan masuk akal.

Palembang, 29/4/19

Dok. Kompal

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline