Lihat ke Halaman Asli

Analisis Konflik Lingkungan yang Ditimbulkan dari Kebijakan Reklamasi Teluk Benoa

Diperbarui: 6 Mei 2017   12:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PENDAHULUAN

           Timbulnya kebijakan untuk melakukan reklamasi terhadap Teluk Benoa menimbulkan konflik antara pihak yang pro terhadap reklamasi dan pihak yang kontra terhadap reklamasi. Munculnya kebijakan untuk mereklamasi kawasan Tanjung Benoa ini memiliki sejarah kronologi yang panjang. Dimulai dengan penandatangan Mou antara pihak PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) dengan Universitas Udayana pada tanggal 12 September 2012 guna dilaksanakannya kajian kelayakan dan AMDAL dalam rangka reklamasi Teluk Benoa. Setelah dilakukannya presentasi oleh tim LPPM UNUD sebanyak dua kali di BAPPEDA maka Gubernur Bali pun menerbitkan SK 2138/02-C/HK/2012 tentang Izin dan Hak Pemanfaatan, Pengembangan dan Pengelolaan Wilayah Perairan Teluk Benoa.                                                             

Penerbitan SK oleh gubernur ini menimbulkan banyak penolakan terutama dari pihak kontra reklamasi yang tergabung dalam gerakan ForBALIyang merupakanaliansi masyarakat sipil Bali lintas sektoral yang terdiri dari lembaga dan individu baik mahasiswa, LSM, seniman, pemuda, musisi, akademisi, dan individu-individu yang peduli lingkungan hidup dan mempunyai keyakinan bahwa Reklamasi Teluk Benoa adalah sebuah kebijakan penghancuran Bali.                          

Akan tetapi meskipun hasil dari studi kelayakan yang dilakukan UNUD menyatakan bahwa reklamasi teluk Benoa tidak layak namun Gubernur Bali malah menerbitkan SK baru yaitu  SK 1727/01-B/HK/2013 tentang Izin Studi Kelayakan. Rencana Pemanfaatan, Pengembangan dan Pengelolaan Wilayah Perairan Teluk Benoa dan mendorong supaya kajian kelayakan sebagai bagian dari usaha reklamasi diteruskan. Apalagi SK ini semakin diperkuat dengan diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 51 tahun 2014 yang dikeluarkan oleh SBY.               Keberadaan SK Gubernur dan Perpres dari presiden membuat PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) mengantongi ijin untuk melakukan reklamasi Teluk Benoa.  Hal ini banyak ditentang oleh aliansi masyarakat sipil Bali lintas sektoral yang terdiri dari lembaga dan individu baik mahasiswa, LSM, seniman, pemuda, musisi, akademisi, dan individu-individu yang peduli lingkungan hidup yang tergabung dalam gerakan ForBALI.Mereka menduga bahwa terdapat maladministrasi dalam keluarnya SK Reklamasi Teluk Benoa, sehingga ForBALImelaporkan Gubernur Bali dan DPRD ke ombutsman.                                                                                   

Konflik antara pihak pro reklamasi dan kontra reklamasi ini hingga kini terus berlanjut. Masing-masing kelompok baik yang pro maupun kontra memiliki argumennya masing-masing baik mengapa perlu melakukan reklamasi di Teluk Benoa maupun mengapa menolak reklamasi Teluk Benoa. Kedua belah pihak juga memiliki straetgi komunikasi masing-masing baik untuk meyakinkan massa maupun menggalang dukungan baik dengan menggunakan pers sonferencemaupun melalui aksi-aksi dan poster-poster. Tulisan ini juga akan coba membahas unsur-unsur simbolik yang memperbesar konflik. Serta membuat penilaian tentang resolusi potensi konflik.                       

Rumusan Masalah

Mengapa pihak pro reklamasi (PT TWBI dan pemerintah) menganggap perlu untuk dilakukan reklamasi?

Disisi lain mengapa gerakan ForBALImenolak akan dilakukannya reklamasi Teluk Benoa

 Apa saja unsur-unsur simbolik yang memperbesar konflik antara pihak pro reklamasi dan kontra reklamasi?

PEMBAHASAN

            1. Alasan pihak pro reklamasi menganggap perlu untuk dilakukannya reklamasi di Teluk Benoa?                                                                                                                      

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline