Lihat ke Halaman Asli

Saatnya Memerangi Kekerasan Berbasis Gender Secara Bersama

Diperbarui: 10 Desember 2020   04:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: Puspeka

Ibuku sejak kecil sering mengajarkanku untuk menghargai sesama. Termasuk menghormati teman-temanku yang berbeda gender. Ibuku juga sering menasehatiku agar jangan berkata kasar kepada teman-temanku yang perempuan di sekolah, menyakiti atau melakukan perundungan. Ibuku bilang, itu sama saja saya melukai hatinya.

Sejak dari dulu, manusia memang diciptakan berbeda, laki-laki dan perempuan. Tetapi ternyata dari dulu samapi sekarang, ada saja yang tidak menghargai perbedaan tersebut. 

Buktinya, hingga saat ini, sering sekali kita melihat aksi kekerasan berbasis gender atau bisa disebut juga dengan AKBG. Salah satu AKBG yang sering terjadi adalah kekerasan terhadap perempuan atau KtP.

Sahabat pelajar yang membaca tulisanku ini, saya baru saja mendapatkan sebuah informasi penting tentang KtP tersebut melalui hasil webinar yang diselenggarakan Pusat Pembinaan Karakter (Puspeka) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Sabtu 21 November 2020.

Dalam webinar tersebut, Maria Ulfah Anshor, menyampaikan bahwa beberapa contoh yang masuk dalam bentuk kekerasan terhadap perempuan adalah kekerasan fisik, kekerasan seksual, kekerasan psikis, kekerasan sosial, dan kekerasan ekonomi oleh pria.

Sebenarnya apa yang membuat kaum pria sering melakukan tindakan kekerasan tersebut? Atau dalam masyarakat terjadi diskriminasi terhadap perempuan? Selanjutnya Ibu Maria menjabarkan bahwa ada dua faktor penyebab utamanya. Faktor-faktor itu adalah relasi kuasa dan ideologi patriaki.

Relasi kuasa adalah relasi hubungan kuasa antara perempuan dan laki-laki di rumah, lingkungan kerja, dan masyarakat pada umumnya. Karena terlahirnya ketimpangan gender, perempuan dianggap lebih rendah. Karena perempuan tidak memiliki kuasa, mereka dianggap tidak penting sehingga terjadi diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan.

Sedangkan ideologi patriaki adalah ideologi yang membesar-besarkan perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan. Yang tidak adil dari ideologi ini adalah laki-laki selalu memastikan agar mereka mendapatkan peran yang dominan (maskulin), sedangkan perempuan mendapatkan peran subordinat (feminin).

Dampak dari pandangan patriaki adalah terjadinya marjinalisasi, dan diskriminasi terhadap perempuan. Konsekuensi ideologi patriaki adalah banyak terjadi kekerasan pada perempuan. Ideologi patriaki juga berdampak terhadap agama, dimana ajaran agama menginterpretasikan bias gender.

Yang lebih mengerikan lagi, kekerasan berbasis gender bisa terjadi di mana pun, kapan pun, kepada siapa pun, dan dengan bentuk apa pun. Kekerasan berbasis gender dapat terjadi di di dalam rumah, di luar rumah, di lembaga pendidikan/pengasuhan, dan di tempat kerja. Kekerasan berbasis gender juga bisa terjadi antara suami-istri, murid, pekerja, bahkan anak-anak.

Sebagai seorang pelajar, saya sendiri pernah melihat kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan oleh pria. Contohnya adalah ada kata-kata yang tidak sopan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline