Lihat ke Halaman Asli

Harga Bahagia itu Berapa?

Diperbarui: 15 Agustus 2022   12:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Bahagia merupakan suatu tujuan yang ingin dicapai hampir oleh semua manusia. Banyak hal yang dilakukan manusia untuk mengejar bahagia. Bekerja tanpa mengenal waktu, bertahan dalam hubungan meski menyakitkan, menjalani diet ekstrim untuk mendapat porsi tubuh impian, menjalani perawatan wajah hingga oprasi yang menyakitkan dan banyak menghabiskan biaya merupakan beberapa contoh hal yang dilakukan manusia untuk mencapai suatu kepuasan yang dirasa akan membawa kebahagiaan pada hidupnya. Namun naasnya, tidak sedikit dari manusia yang telah berusaha sekuat tenaga dan telah mencapai tujuan yang diinginkannya tetap merasa kekurangan dan tidak bahagia. Mengapa demikian?

Secara naluriah manusia tidak memiliki rasa cukup akan suatu hal, karena pada dasarnya setiap manusia pasti memiliki ambisi untuk mengejar yang terbaik dalam kehidupannya. Hal terbaik inilah yang kemudian akan menghapus setiap pencapaian yang telah didapatkan oleh individu. Lalu apakah ambisi merupakan hal yang buruk? 

Setiap hal di dunia ini tidak memiliki keburukan bila pada porsi yang sesuai, hal ini sama halnya dengan ambisi. Ambisi diperlukan untuk mencapai suatu tujuan, hidup juga akan terasa hampa tanpa ambisi. Namun disisi lainnya, memiliki ambisi terlalu besar akan menjadi boomerang yang menghancurkan diri sendiri.  

Belakangan ini bahagia diberikan standar oleh masyarakat, standar inilah yang membuat persepsi yang sangat salah mulai muncul seperti, 'kalau kaya, kita pasti bahagia' atau 'kalau cantik, tidak perlu takut susah' dan lain sebagainya. persepsi itulah yang kemudian menjadi racun, dimana racun tersebut mendoktrin pemikiran individu terkait standar kebahagiaannya masing-masing. Setiap orang akan berlomba-lomba menjadi paling cantik, tampan, kaya, popular, dsb untuk mencapai standar kepuasan tersebut. 

Namun tidak semua orang akan berhasil meraih apa yang diinginkannya, hal inilah yang kemudian menjadi momok menakutkan bagi kesehatan mental seseorang. Perasaan tidak puas terhadap diri sendiri, rasa insecure berlebihan, benci terhadap diri sendiri, stress, bahkan depresi bukan tidak mungkin akan dialami oleh seseorang yang gagal memenuhi standar bahagia yang ditetapkan oleh stigma-stigma masyarakat.  

Bila dengan mencapai tujuan atau bahkan memenuhi standar bahagia belum benar-benar bisa membuat kebahagian benar ada nyatanya, lalu bagaimana cara untuk bahagia sebenarnya?  Dikutip dari Seligman, 2005 "Kebahagiaan umumnya mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas positif yang disukai oleh individu". 

Menurut Biswas, Diener dan Dean (2007) kebahagiaan berupa kualitas dari keseluruhan hidup manusia yang membuat kehidupan menjadi baik secara keseluruhan seperti kesehatan yang lebih baik, kreativitas yang tinggi, pendapatan yang lebih tinggi dan tempat kerja yang baik. Individu yang memiliki kebahagiaan tinggi akan merasakan bahwa pekerjaan, perkawinan, dan area lain di dalam kehidupan terasa memuaskan (Elfida, 2008). Ukuran kebahagiaan sangat relatif antara individu yang satu dengan yang lain.

Ada individu yang menjadikan kecukupan materi sebagai ukuran kebahagiaan. Ada yang menganggap kebahagiaan bukan hanya mengenai materi saja, tetapi perasaan yang berkaitan dengan pemaknaan atas berbagai peristiwa yang ada disetiap rentang kehidupan. Selain itu ada pula yang menganggap kebahagiaan merupakan perasaan yang muncul akibat seimbangnya antara harapan dan keinginan (Elfida, 2008). 

Itulah berbagai tolok ukur kebahagiaan yang dapat dirasakan dalam kehidupan. Menurut Carr (2004) secara keseluruhan kebahagiaan tergantung pada evaluasi kognitif kepuasan dalam berbagai domain kehidupan seperti keluarga, pekerjaan, pengaturan, dan pengalaman afektif. Lebih lanjut Carr (2004) menyebutkan delapan domain kehidupan untuk memperoleh kebahagiaan seperti diri sendiri, keluarga, pernikahan, relasi, lingkungan sosial, fisik, kerja dan pendidikan. 

Eddington dan Shuman (dalam Putri, 2009) menyebutkan domain kehidupan dalam memperoleh kebahagiaan seperti diri sendiri, keluarga, waktu, kesehatan, keuangan, dan pekerjaan. Karena kemajemukannya, kebahagian tidak memiliki tindakan khusus yang harus dilakukan untuk mendapatkannya, namun ada beberapa hal yang dapat dijadikan acuan untuk memahami makna kebahagiaan. 

Pertama ialah kebahagiaan tidak memiliki harga. Hal ini terkadang mungkin masih menjadi perdebatan antara 'yang kaya pasti bahagia' dan 'uang tidak bisa membeli kebahagiaan', dua persepsi tersebut tidak salah karena kebahagian sebenarnya bertitik pusat pada individu sendiri. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa ada di dunia ini manusia yang dengan menjadi kaya raya ia akan merasa cukup dan bahagia, namun ada juga manusia yang merasa memiliki harta melimpah tapi tidak pernah merasa cukup dan bahagia dalam hidupnya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline