Lihat ke Halaman Asli

Drama Satu Babak di Logawa Ekonomi

Diperbarui: 25 Juni 2015   07:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1333546471600313141

[caption id="attachment_180083" align="aligncenter" width="300" caption="picsource: GOOgle"][/caption]

Ihwal perjalananku kali ini terdampar dalam derak Logawa yang hengkang menuju kota Solo. Tak biasanya seramai ini. Gerbong empat ini riuh rendah dengan suara cekakan gerombolan ibu-ibu gaul yang akan piknik ke Malioboro. Dan nasib, tiket dudukku bersebelahan dengan salah satu dari mereka. Walhasil, sepanjang dua jam perjalanan itu kupingku semriwing mendengar pembicaraan mereka . mengalahkan ributnya anak TK.

“Waah, suaminya pada kemana bu??” Aku bertanya basa-basi.

Ditinggalin dirumah dengan cukup ransum sampai dua hari kedepan, sahut ibu disebelahku.Kami terbahak.

Ia bercerita klub senamnya ini----oooooooooooooooh, (klub senam tow) pantesss, dandanannya podo norkis—norak—tapi wajahnya pada awet muda yaa, ga keliatan kalo sudah 45 tahun keatas dan sudah bercucu.—ternyata sering plesiran menghabiskan waktu. Kemarin saja ke Malang dan Bali.

“Woow, suaminya ga nyariin tuw?” Candaku—

“Walah mb, mereka udah pada paham istrinya rame kaya gini, asal ga neko-neko..lha wong ngumpulnya sama ibu-ibu ini aja kok.”

Aku mengangguk-angguk mengamati mereka satu-satu. Unik juga, kebersamaan memang lebih banyakbisa memberi kekuatan. Kekuatan untuk membuat keributan maksudnya. This is a public area youknow, tapi bukan berarti memperlakukan ruang public layaknya rumah sendiri. Fhuuuh.

Berhadapan dengan kursiku duduk sepasang keluarga muda dengan anak lelaki mereka yang tembem pipinya mirip seperti Boboho. Si ibu yang kutebak usianya jauh dibawahku sebenarnya tampak tidak nyaman dengan keributan luar biasa ibu-ibu berumur yang hiperaktif itu. Anak lelakinya yang lucu itu dijadikan obyek lelucon-lelucon konyol. Si ibu muda Cuma bisa diam atau sesekali tersenyum kecut memandangi pemandangan dari jendela. Bodo amat urusan loe gitu batinnya.

Nah loh, ternyata kursi samping yang seharusnya tempat duduk suaminya telah dikorupsi salah satu gerombolan ibu-ibu tadi. Walhasil dengan diplomatis sang suami mohon diri untuk ‘ngisis dan merorok’ di dekat pintu yang banyak angin. Akumengamati Boboho lucu ini. Diam dan menikmati kudapan yang disodorkan bundanya. Dari tadi makan terus. Sosis, biscuit coklat—jadi ingat iklan AFIKAAA—kripik, krupuk, air putih. ASI. Lhooo, makanan utamanya mana??Bundanya hanya mengatakan, anaknya susah makan berat, maunya ngemil mulu, padahal usianya baru 13 bulan. Dan, duhh bunda, cemilannya itulohh, makanan instan yang sarat MSG dan pengawet makanan. Bunda apa ga ngerti??

Setengah perjalanan terlewati dan tak henti-hentinya asongan lewat. Orang-orang Indonesia memang sangat pintar melihat peluang.Ssepur tak lepas menjadi lahan ekonomi kreatif mereka untuk mendulang rupiah. Lihat saja, penjual cemilan jipang,kripik, pulsa, mainan anak-anak, peralatan menikur pedikur, kitchen tools, kacamata, topi, tas, ikat pinggang, alat pijat, lengkap semua. Pengamen, pengemis, tukang sapu komplit. Aku jadi ingat, gara-gara lupa motong kuku dihari jumat, kebetulan disepur ehh, ada yang jual gunting kuku. Selameeet, panjang umur ni penjual. Dan cetak cetek kunikmati acara menipedi itu di sepur.

Salah satu gerombolan ibu-ibu tadi menghentikan kelompok pengamen anjal dan merequest sebuah lagu dengan tawaran goceng. Dan tanpa malu kaki mereka berderak dan bertepuk tangan bersama para musisi sepur itu. Suasana jadi gaduh dan ramai luar biasa. Penumpang segerbong saling celingak celinguk memandang kolaborasi itu. Ada yang tersenyum ,ternganga, sewot, melengos, heran dan takjub. INI SEPUR EKONOMI BUNG! Hilangkan batasan psikologis, sosial dan geografis!!.inilah kultur rakyat sebenarnya.

Setidaknya, rasa muakku terobati ketika sepur ekonomi sekarang lebih manusiawi, memperlakukan penumpang selayaknya, tidak digencetsana-sini, tidak rebutan kursi, pokoknya jauh lebih humanis walaupun tingkat kenyamanannya masih sangat jauh dibawah standar. Ini LOGAWA cah, masih sangat Indonesia. Melihat wajah-wajah sumringah dalam keberagaman itu sedikit melegakan hati. Mereka sesaat lupa pada semua keterbatasan yang dimiliki. Semua telah lupa sejenak pada beban ekonomi. Setidaknya sebait lagu Iwan Fals aransemen pengamen itu melepaskan kepenatan kami sambil sedikit bermimpi.

Kumenanti seorang kekasih Yang tercantik yang datang dihari ini. Adakah dia kan selalu setia Bersanding hidup penuh pesona Harapanku Jangan kau tak menepati Datanglah dengan kasihmu Andai kau tak datang kali ini Punah harapanku..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline