Lagu Sinanggar Tullo berkumandang dengan megah dan seketika itu pula para penonton berdiri memulai menari tor-tor. Suasananya seperti suatu pesta di Sumatera Utara namun sesungguhnya itu terjadi di tempat yang terletak ribuan kilometer dari Tanah Batak yaitu di Oscar Niemeyer International Cultural Centre. Gedung pertunjukan yang termegah di kota Aviles, provinsi Asturias, Spanyol malam itu menjadi tempat dilangsungkannya konser musik bertajuk "Simfonico Indonesia".
Konser tersebut merupakan bagian dari muhibah diplomasi budaya Indonesia di Spanyol yang dilakukan oleh sebuah kelompok musik uning-uningan Batak Toba bernama Mataniari. Kelompok yang beranggotakan sepuluh orang berada di Spanyol mulai tanggal 13 hingga 23 Desember 2017, sepekan setelah mereka tampil pada Festival Europalia Indonesia 2017 di Belanda dan Belgia.
Selama di Spanyol, Mataniari mengisi workshop tentang musik Batak di Universitas Oviedo bersama dengan maestro jazz Indonesia, Adra Karim. Workshop tersebut disambut dengan antusiasme yang sangat baik. Banyak mahasiswa dan masyarakat Spanyol pada umumnya yang belum mengenal musik Batak. Oleh karena itu, ini adalah kesempatan pertama bagi mereka untuk melihat, mendengar dan bahkan mencoba sendiri memainkan alat-alat musik Batak seperti sulim, gondang dan garantung.
Acara utama pada muhibah diplomasi budaya ini adalah konser pada tanggal 16 Desember 2017 di Oscar Niemeyer International Cultural Centre. Konser ini adalah hal yang spesial karena Mataniari dan Adra Karim dari Indonesia berkolaborasi dengan kelompok musik orkestra Siero Chamber Orchestra (OCAS) yang berasal dari provinsi tuan rumah, Asturias.
Kegiatan yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ini merupakan bentuk kelanjutan dari program Vinculos Indonesia 2017 yang sebelumnya telah sukses diselenggarakan di Toba, Sumatera Utara dan DKI Jakarta pada tanggal 27 Juli hingga 2 Agustus 2017. Pada Vinculos Indonesia 2017, OCAS dan Mataniari melakukan konser kolaborasi dan workshop yang menyita perhatian banyak orang. Mereka juga tampil di publik luas yaitu di Pasar Balige, Toba Samosir dan di Kawasan Kota Tua, Jakarta Barat.
Konser yang menyuguhkan karya-karya musik orkestra oleh OCAS yang berkolaborasi dengan musik gondang Batak serta nyanyian Opera Batak oleh Mataniari ini ibaratnya adalah "West meet East", perpaduan budaya kedua negara yang sangat berbeda namun dapat harmonis. Ketika OCAS tampil di Toba dan Jakarta, banyak orang Indonesia yang kaget mendengar bahwa musik orkestra bisa mengalun seirama dengan musik tradisional Batak. Respon serupa juga didapatkan di Spanyol karena ini tentu hal yang sangat baru bagi mereka.
Di sela-sela konser, para personel Mataniari menyampaikan kepada para penonton mengenai makna dari lagu-lagu Batak yang dipersembahkan. Di sisi lain, perwakilan dari OCAS juga banyak bercerita tentang bagaimana wilayah di sekitar Danau Toba punya kemiripan kontur alam dan cuaca dengan wilayah di Asturias. Tak lupa mereka juga bernostalgia akan keramahtamahan masyarakat Indonesia saat mereka berkunjung pada bulan Juli-Agustus lalu.
Selain di Avilles, Mataniari juga melakukan konser di kota-kota lainnya yang berada di Asturias yaitu di Gijon, Oviedo dan Siero. Semua acara ini dibantu dikoordinasikan secara teknis oleh OCAS sebagai pihak tuan rumah. Meskipun demikian, OCAS tidak tampil di semua konser karena lebih ingin memperkenalkan musik dan lagu Batak yang dibawakan Mataniari sebagai primadona acaranya.
Dengan muhibah diplomasi budaya yang dilakukan oleh Mataniari ini, maka semakin banyak masyarakat Spanyol yang berkesempatan untuk menyaksikan secara langsung pertunjukan musik tradisional Batak. Hal ini adalah momen yang sangat ditunggu-tunggu karena sangat jarang ada grup musik tradisional Batak dari Indonesia yang hadir disana. Selama ini mereka bahkan mungkin tidak pernah mendengar tentang suku bangsa Batak dengan seni musik dan seni suaranya yang mengagumkan.
Musik batak yang dimainkan oleh Mataniari seolah berhasil membius para penonton yang hadir di konser-konser mereka selama di Spanyol. Irama gondang yang ditabuh bagaikan membawa jiwa mereka merasakan langsung suasana di Tanah Batak. Saat ditanya seusai menyaksikan konser, beberapa penonton mengaku bahwa ada sesuatu hal yang membuat musik Batak punya daya magis bagi mereka. Musik telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat Batak sehingga lirik dari lagu-lagu Batak punya "nyawa" yang filosofinya kuat.
Tarian Tor-tor juga memiliki kesan bagi para penonton karena gerakannya yang tidak sulit. Hanya dengan satu kali melihat orang lain menari tor-tor, maka mereka dapat langsung mengikutinya. Menari tor-tor dengan iringan lagu Sinanggar Tulo adalah pengalaman yang mereka akui sebagai bentuk menyelami budaya Batak yang unik. Bahkan tidak sedikit yang kemudian jadi punya niat untuk pergi ke Indonesia, khususnya ke kawasan Danau Toba, karena terpesona dengan budaya Batak itu.