Pada tanggal 18-26 April 2017, Kementerian Kebudayaan Thailand menyelenggarakan ASEAN Puppet Festival di Bangkok. Acara tersebut merupakan bagian dari perayaan Kota Rattanakosin (cikal bakal Bangkok) yang telah berusia 235 tahun dalam pemerintahan Kerajaan Thailand. Festival yang terdiri dari berbagai acara kebudayaan yaitu pertunjukan, pameran, workshop dan seminar ini digelar di tiga lokasi yaitu Teater Nasional Bangkok, Pusat Seni Kontemporer Rathcadamnoen dan Pusat Kebudayaan ASEAN.
Tuan rumah Thailand mengundang seluruh anggota Asosiasi Negara-Negara Asia Tenggara atau yang lebih dikenal sebagai ASEAN. Kamboja, Indonesia, Laos, Myanmar, Filipina, Singapura dan Vietnam hadir berpartisipasi. Brunei Darussalam dan Malaysia sayangnya memilih absen pada festival ini. Latar belakang penyelenggaraan ASEAN Puppet Festival tak lain karena negara-negara ASEAN memang dikenal memiliki seni budaya wayang yang unik dan beragam. Sejarah adanya pertunjukan wayang di negara-negara ASEAN bahkan sangat panjang dan melebihi usia berdirinya negara tersebut.
Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Direktorat Jenderal Kebudayaan pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan selaku penanggung jawab program diplomasi budaya Indonesia tak hanya ingin sekedar berpartisipasi pada ASEAN Puppet Festival ini. Wayang yang dikirimkan mewakili Indonesia pada acara tersebut perlu ditentukan secara strategis. Hal ini karena Indonesia punya kekayaan budaya wayang mulai dari wayang kulit, wayang golek, wayang suket, wayang potehi, dan lain-lain.
Tantangan lainnya adalah agar pergelaran wayang yang ditampilkan di festival ini dapat memberikan nilai lebih bagi diplomasi budaya Indonesia di Thailand. Para penonton yang tidak hanya terdiri dari para penggemar wayang namun juga masyarakat luas di Bangkok itu sebisa mungkin dapat mengikuti cerita yang disuguhkan oleh dalang dari Indonesia. Meskipun demikian, penonton juga jangan sampai menjadi cepat bosan untuk menikmati pertunjukan hingga akhir.
Sisi plusnya, Indonesia dan Thailand memiliki banyak kesamaan dalam cerita wayang, khususnya terkait epos Ramayana dan Mahabharata. Hanya perwujudan karakternya saja yang berbeda-beda karena terpengaruh budaya lokal di masing-masing negara. Dengan demikian, masyarakat Thailand tentu tidak kesulitan memahami kisah yang dituturkan oleh dalang dari Indonesia. Namun Indonesia harus menghadirkan sesuatu yang baru karena rata-rata orang Thailand yang menggemari wayang itu sudah pernah menonton pergelaran wayang Indonesia sebelumnya.
Maka, Indonesia pun memutuskan untuk menampikan suatu pertunjukan wayang yang kontemporer bertajuk Wayang Golek Multimedia. Tim dari Madya Pujangga asal Bandung diberi kepercayaan untuk mementaskannya di Bangkok. Cerita dan karakter yang dimainkan tetap sesuai dengan pakem seni tradisional dari Sunda itu. Namun di tangan anak-anak muda dari Madya Pujangga ini, pertunjukan dibuat lebih dramatis dan magis karena inovasi efek multimedia yang disisipkan. Hal itu ditambah oleh aransemen musik yang dirangkai apik dengan kendang, kecapi, seruling dan instrumen keyboard.
Menurut Asep Ganjar Wiresna yang merupakan ketua tim Madya Pujangga, pertunjukan wayang golek dengan gabungan elemen multimedia ini diharapkan dapat membuat show semakin menarik. Ia tidak memungkiri bahwa inovasinya ini ingin memikat perhatian para generasi millennial yang semakin jarang menonton wayang itu. Karakter seperti Gatot Kaca atau Cepot tidak boleh sampai menghilang ditelan oleh ketenaran para superhero dari luar negeri seperti Captain America atau Spiderman.
Selama ASEAN Puppet Festival di Bangkok, Wayang Golek Multimedia dari Indonesia tampil sebanyak tiga kali. Pada tanggal 20 April 2017, wayang dari delapan negara anggota ASEAN bergiliran pentas masing-masing selama 5 menit pada Opening Ceremony di Teater Nasional Bangkok yang dihadiri oleh Wakil Perdana Menteri Thailand, Tanasak Patimapragorn. Pada penghujung acara, wayang dari seluruh negara ASEAN hadir bersama di atas panggung dalam kolaborasi finale yang digagas oleh Nimit Pipitkul, figur terkenal di bidang pengembangan budaya wayang di Thailand sekaligus ketua tim produksi acara.
Selanjutnya, Indonesia mendapat jadwal pertunjukan pada tanggal 23 April 2017 di Pusat Seni Kontemporer Ratchadamnoen dan tanggal 25 April 2017 di Teater Nasional Bangkok. Berbeda dengan Opening Ceremony, Indonesia harus menyuguhkan pergelaran lengkap berdurasi 20 menit pada dua kesempatan tersebut. Selain itu, Indonesia juga dilibatkan dalam workshop bersama dengan peserta dari negara-negara lainnya di Pusat Kebudayaan ASEAN untuk membahas mengenai seluk-beluk wayang, baik sejarah perkembangannya, teknik permainan, pengembangan cerita dan lain-lain. Workshop berjudul “ASEAN Puppet Festival: Behind The Scene” itu terbuka untuk umum dan tidak dikenai biaya.
Penampilan wayang golek dari Indonesia mendapat sambutan yang meriah dari publik Bangkok. Pada pentas yang berlangsung di Auditorium Pusat Seni Kontemporer Ratchadamnoen yang berkapasitas maksimal 100 orang, seluruh tiket untuk sesi pertunjukan Wayang Golek Multimedia dari Indonesia sudah habis dipesan oleh para penonton sejak beberapa jam sebelum acara dimulai. Mereka nampaknya cukup penasaran ingin menikmati pertunjukan lengkap dari kisah klasik Ramayana berbalut seni modern multimedia dari Indonesia yang cuplikan singkatnya selama 5 menit sudah ditampilkan pada Opening Ceremony.
Wayang Golek Multimedia berhasil memukau tidak hanya masyarakat Bangkok namun juga komunitas wayang dari Thailand dan para peserta dari negara-negara ASEAN lainnya. Mereka terkesan dengan kreativitas yang ditelurkan oleh tim Madya Pujangga untuk membuat suatu pergelaran wayang golek menjadi lain daripada yang biasanya mereka saksikan. Mereka juga mengapresiasi dan sekaligus sepakat dengan ide bahwa seni budaya wayang sangat perlu melakukan terobosan yang inovatif namun tetap mengakar pada pakemnya agar semakin digandrungi oleh masyarakat modern.