Lihat ke Halaman Asli

Gentur Adiutama

TERVERIFIKASI

ASN di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Menyayangkan Masuknya Bulu Tangkis di Video Kampanye Ahok-Djarot

Diperbarui: 11 April 2017   19:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ahok bermain bulutangkis dalam suatu kesempatan. (sumber foto: Liputan6)

Video kampanye terbaru pasangan calon (paslon) gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Djarot Saiful Hidayat tengah beredar di media sosial sejak Minggu, 9 April 2017. Video yang diunggah oleh akun Twitter resmi milik Ahok @basuki_btp itu langsung mendapat respon yang beragam. Banyak masyarakat, terutama pendukung paslon nomor 2 itu yang memberikan pujian pada video dengan tagar #BeragamItuBasukiDjarot. Di sisi lain, muncul sejumlah kekecewaan bahkan kecaman dari masyarakat pada video berdurasi 2 menit itu.

Dalam video yang bertajuk “19 April 2017: Pilih Keberagaman” itu digambarkan tentang bangsa Indonesia, khususnya masyarakat Jakarta yang terdiri dari berbagai suku, ras dan agama. Kemudian, pluralisme Jakarta dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika itu mendapat ujian berupa demonstrasi massa dari suatu golongan masyarakat. Cerita di video itu terinspirasi oleh terjadinya beberapa aksi unjuk rasa yang akhir-akhir ini sering dilakukan terkait kasus dugaan penistaan agama oleh Ahok, gubernur DKI Jakarta yang telah memimpin sejak 14 November 2014.


Sebagai disclaimer, penulis bukan pendukung Ahok-Djarot maupun paslon penantang mereka, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno. Penulis berada di posisi netral dalam menyikapi pemilihan gubernur (pilgub) DKI Jakarta 2017. Penulis sendiri tidak punya hak pilih pada pilgub tersebut karena kartu tanda penduduk (KTP) yang dimiliki bukan berinduk di ibukota. Tulisan ini dibuat untuk menyuarakan pendapat penulis sebagai seorang pecinta bulutangkis Indonesia saja.

Penulis memilih untuk tidak memberikan komentar terkait ketepatan strategi paslon nomor 2 dalam mengangkat “Bhinneka Tunggal Ika” dalam video kampanye mereka. Demikian juga mengenai ancaman pada keberagaman Indonesia yang digambarkan melalui adegan aksi protes dengan spanduk “Ganyang Cina” yang diusung oleh kelompok masyarakat beratribut agama tertentu. Hal tersebut cukup kontroversial dan diyakini akan berkembang menjadi perdebatan yang panas dalam beberapa hari ke depan.

Penulis lebih tertarik dengan kemunculan bulutangkis di video yang bertujuan untuk menyedot perhatian para pemilih agar mendukung petahana. Tim sukses Ahok-Djarot pasti telah berpikir matang dan melakukan analisis khusus sehingga memutuskan untuk menampilkan olahraga tepok bulu tersebut. Di video itu, ada dua sosok pebulutangkis yang sedang berada dalam suatu pertandingan. Mereka berhasil memenangkan laga itu dan lalu hanyut dalam kegembiraan.

Salah satu cuplikan adegan tentang bulutangkis pada video kampanye Ahok-Djarot.

Melihat dari ciri-ciri fisik dan jenis kelaminnya, dua orang pebulutangkis di video itu diarahkan untuk bisa mengingatkan penonton pada pasangan ganda putra, Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo. Mereka dipilih untuk ditampilkan di video itu karena saat ini sedang menyita perhatian masyarakat Indonesia setelah keduanya memenangkan tiga gelar Superseries beruntun di awal tahun 2017, yaitu: All England, India Open dan Malaysia Open. Pasangan yang digadang-gadang bisa meneruskan tradisi kejayaan ganda putra Indonesia ini dihujani pujian karena gaya permainannya yang menarik, mental yang kokoh dan staminanya yang kuat.

Penulis menyayangkan dimasukkannya bulutangkis dalam video kampanye itu. Bulutangkis memang ditampilkan dengan bagus yaitu mencetak kemenangan yang membanggakan, sebagaimana olahraga paling berprestasi di Indonesia ini biasa lakukan. Kekecewaan penulis adalah bahwa konteks pada video tersebut tidak sesuai dengan kondisi bulutangkis Indonesia saat ini. Oleh karena itu, sebaiknya bulutangkis tidak perlu diikutkan di dalamnya.

Adegan bulutangkis di video kampanye Ahok-Djarot itu berada dalam konteks bahwa semua elemen masyarakat Indonesia dari berbagai suku, agama dan ras (SARA) telah memiliki kontribusi yang luar biasa bagi kemajuan bangsa. Oleh karena itu, seharusnya tidak boleh ada diskriminasi yang merugikan seseorang hanya karena latar belakang SARA. Semuanya adalah saudara sebangsa dan setanah air yang punya hak dan kewajiban yang sama.

Pesan yang disampaikan secara eksplisit pada video adalah bahwa masyarakat Jakarta harus memilih paslon nomor 2 bila ingin negara Pancasila hadir dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika membumi di ibukota. Apabila mereka tidak terpilih sebagai gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta untuk periode 2017-2021, maka hal itu akan mengganggu kehidupan pluralisme di Jakarta, dan bahkan Indonesia. Video menarasikan bahwa saat ini Indonesia sedang dilanda diskriminasi akut pada suatu golongan sehingga harus bersama-sama dilawan.

Mengapa bulutangkis tidak sesuai dengan konteks tersebut? Karena situasi perbulutangkisan Indonesia saat ini berada dalam masa yang sangat kondusif. Tidak ada diskriminasi apapun yang berbasis pada SARA yang terjadi baik dalam skala nasional di Pusat Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) maupun di lingkungan klub dan pelatihan tingkat daerah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline