Masyarakat Jawa tentu sudah tidak asing dengan pamali. Tetapi apakah masih diterapkan atau hanya sebagai penghias khazanah budaya? Tentunya pada masa kini, banyak orang beranggapan mengenai sebuah pamali hanya gurauan tanpa menimbang maksud yang diharapkan.
Pamali merupakan sesuatu yang tidak boleh dilanggar. Orang disekitar Jawa tengah mungkin lebih akrab apabila pamali ini dikatan dengan Ora Ilok (tidak baik). Sejatinya masyarakat dahulu menciptakan pamali dengan maksud tujuan untuk memperhatikan apa yang seharusnya kita lakukan dan apa yang seharusnya tidak kita lakukan. Akan tetapi banyak yang beranggapan bahwa pamali ini dekat dengan hal-hal berbau mistik atau tidak bisa dilogika.
Sebenarya apabila ditelisik lebih dalam, pamali bisa kita maknai secara nalar, seperti dalam contoh "Aja mangan nang ngarep lawang", itu harus diluruskan apabila ada yang beranggapan mistis mengenai hal-hal goib merasa terganggu. Akan tetapi bisa kita nalar bahwa pintu merupakan akses untuk masuk ataupun keluar, sehingga mengganggu aktifitas orang yang berlalu lalang.
Pada saat ini, penerapan pamali hampir bisa dikatakan telah mengalami perubahan drastis dan banyak yang tidak mengindahkannya. Baik karena memang tidak tahu ataupun sudah tidak mempedulikannya. Namun ada beberapa kelompok masyarakat yang memang masih menerapkannya. Untuk kita alangkah baiknya menghormati apabila tidak mempercayai hal tersebut, namun paling tidak mengetahui bahwa pamali merupakan bagian dari budaya jawa yang ada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H