"Dunia adalah tempat yang indah, dan layak kita perjuangkan. Namun aku meragukan kalimat kedua"
Adagium diatas saya ambil dari salah satu film favorit saya, Se7en, tahun 1995 (ada yang pernah nonton juga disini ?). Terdapat pada scene epilog film dan diucapkan oleh Detektif Sommer yang diperankan oleh Morgan Freeman. Aslinya adagium tersebut pertama kali ditulis oleh Ernest Hemingway, novelis terkenal Amerika.
Teks aslinya pun agak berbeda : The world is a fine place and worth the fighting for. Namun, detektif Sommer di Film Se7en menambahkan kalimat : but I doubt a second one . Ia ragu kalau dunia adalah tempat yang layak kita pertahankan setelah melihat bahwa manusia bisa bertindak tanpa memperdulikan unsur moralitas dan etika. Ternyata manusia bisa sangat destruktif, bukan hanya kepada manusia lainnya, namun juga alam di sekitarnya.
Sejauh ini, saya adalah orang yang memiliki jiwa sedikit melankolis bila menyangkut tentang alam: hewan dan tumbuhan. Saya ingat betul, ketika di rumah saya pernah ada beberapa kecoa nyelip di bawah kasur, dan orang rumah sudah pada siap-siap baygon untuk nyemprot, saya langsung ambil sarung tangan, dan walaupun rada geli, saya menangkap dan membuangnya ke semak semak depan rumah.
Waktu saya masih bocah, bahkan saya pernah membangun sarang semut menggunakan batu bata dan rerumputan (sarang semut menurut standar bocah) karena saya pernah tak sengaja menghancurkan sebagian sarang semut. Hari-hari berikutnya, saya mengecek apakah ada semut yang pindah ke sarang semut bikinan saya.
Saya menganggap bahwa organisme sekecil apapun yang hidup, memiliki andil dalam seluruh rantai kehidupan di bumi ini. Kalau menurut teori Multiple Intelligences nya Howard Gardner, mungkin saja saya memiliki Naturalist Intelligence yang cukup tinggi, haha
"Tuhan menciptakan, alam menyediakan, dan manusia menghabiskan, dan menghancurkan". Mungkin diksi itu yang paling tepat menggambarkan krisis sekarang. Menurut Elixabeth Kolbert dalam bukunya "The Sixth Extinction" hari ini, kita sedang berada di tahap kepunahan keenam dalam sejarah bumi.
Gaungnya sudah mulai berbunyi semenjak manusia semakin masif dalam merubah tatanan alam di sekitarnya saat revolusi Industri, dan terus berlanjut hingga hari ini . Era tersebut dinamakan era antroposen.
Sebenarnya, bumi sendiri sudah beberapa kali mengalami gelombang kepunahan masal. Pertama kali terjadi 447 juta tahun yang lalu pada zaman Ordovician. Kepunahan yang kelima terjadi pada zaman Crataceous, 66 juta tahun yang lalu, dan memusnahkan semua jenis dinosaurus non burung.
Penyebab kepunahan sebelumnya pun cukup beragam : mulai dari meteorit yang menghantam bumi, hingga ledakan zat asam dari lautan. Semuanya adalah faktor alam. Setiap kali kepunahan terjadi berakibat punahnya 70-80 persen dari seluruh spesies yang ada pada waktu itu.
Sebelum saya membaca buku ini, sebenarnya saya sudah menyiapkan mental. Bersiap untuk tertohok dengan fakta-fakta ironis kerusakan alam hari ini, yang akan dipaparkan oleh buku peraih Penghargaan Pulitzer untuk Non-Fiksi Umum. Namun, ketika menyelam kedalamnya, ternyata saya bukan hanya tertohok, namun saya juga menangis dibuatnya.
Elizabeth Kolbert memulai pemaparan di buku ini dengan beberapa spesies yang terancam punah atau bahkan sudah punah. Katak panama misalnya. Pada tahun 1970an, katak ini sangat mudah ditemui di hutan Panama.