Setengah hari ini tak terasa, telah berlalu dengan cepat. Kesibukan di akhir pekan bersama teman dan keluarga, termasuk di dalamnya ke bengkel untuk ganti olie, hal-hal sederhana yang menimbulkan syukur dalam hati.
Sadar dan berjalan pelan, adalah hal yang mudah dikatakan, tak mudah dijalankan.
Bila hari ini tak berjalan pelan dan dengan sadar menikmati jalanan yang kami lalui, mungkin tak akan terlihat depot mie, di dekat bengkel yang biasa kami kunjungi.
Mie Bandung Kejaksaan 1964, begitu tertulis di papannya. Seketika itu juga saya langsung berucap, nanti makan siang, kita makan ini ya...
Asik....tercapai juga keinginan untuk makan yamien manis.
Kenapa segitunya banget...
Karena...yamien manis adalah salah satu kenangan manis dari nenek sewaktu beliau masih ada di tengah kami dan selalu memanjakan kami dengan berbagai makanan enak bila kami menginap di rumahnya di Bandung.
Bandung adalah nenek yang sangat sayang kami semua. Bandung adalah nenek yang gemuk bulat dan kalau naik becak nggak bisa berdua, begitu kata orang. Pho-pho, begitu kami memanggilnya. Pho-pho kesayangan kami semua.
Bandung adalah nenek yang bangun pagi-pagi menyiapkan sarapan kami, namun merasa kurang kalau belum memberikan kami yamien manis di belakang rumah, di Paledang, sebuah jalan kecil di daerah Lengkong Besar, yang akan tembus ke alun-alun bila kita mengikuti langkah menyusuri jalanannya. Sayang rumah itu kini telah dijual.
Jadi... menemukan yamien manis Bandung, menjadi kebahagiaan tersendiri, dan menghadirkan kembali, sosok nenek yang begitu menyayangi kami.