Lihat ke Halaman Asli

Praktek Gratifikasi Ahok Center?

Diperbarui: 6 April 2016   15:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14258980271085449200

 


[caption id="attachment_372187" align="aligncenter" width="560" caption="Praktek Gratifikasi Ahok Center? (sumber tribunkota)"][/caption]

Pada 2014, Podomoro Land mendapatkan izin reklamasi 17 pantai teluk Jakarta. Reklamasi ini sebagai bagian pengembangan Pluit City. Meskipun akhirnya izin reklamasi tersebut ditengarai illegal, sebab izin pantai teluk Jakarta bukan domain pemda DKI, karena pantai Ancol adalah kawasan nasional dan dibawah otoritas Kementerian Kelautan dan perikanan (KKP).

Tapi lagi-lagi demi Podomoro, Ahok berkorban melabrak kewenangannya. Ahok lupa, atau sengaja lupa, bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Provinsi meniscayakan izin relamasi bukan lagi kewenangan Ahok sebagai Gubernur, tapi menjadi kewenangan Menteri Kelautan dan Perikanan. Namun demi Podomoro, Ahok menutup mata dan telinga terhadap aturan. Tanpa izin KKP, Ahok mengeluarkan izin kepada Podomoro untuk reklamasi 17 pulau di pantai teluk Jakarta.

Coba kita bayangkan. bila 10% dari angka Rp.50 triliun untuk reklamasi itu 17 pulau itu menjadi dana CSR, maka Ahok Center, akan mengelola Rp.500 miliar dana publik. Sebagai informasi saja, Ahok Center adalah lembaga yang didirikan Ahok pasca terpilih sebagai Wakil Gubernur DKI berpasangan dengan Jokowi pada tahun 2012.

Menurut rilis BPKD DKI Jakarta (2013), sejak tahun 2012, Ahok Center mengelola 18 BUMD dan swasta serta bermitra dengan dinas perumahan DKI Jakarta. Maka tak heran, bila semua program pengembang pemukiman elit di Jakarta, Ahok mati-matian membelanya bila bermasalah. Itu karena CSR yang diberikan ke pemprov DKI sebahagian besar dikelola oleh Ahok Center. Keterlibatan Ahok disejumlah masalah proyek pengembangan pemukiman, sudah tak jadi rahasia umum.

Misalnya: dalam kasus fasum/fasus taman BMW sebagai kewajiban pengemban Podomoro ke pemprov DKI, Ahok nyatakan taka da korupsi antara Podomoro dan pemprov DKI era Sutioso. Namaun berdasarkan laporan mantan wakil gubernur DKI (Mayjen Purn) Prajitno ke KPK pada 7 November 2014, diduga ada praktek kolusi dan korupsi dalam fasus/fasum taman BMW, karena tanah yang diberikan untuk fasos/fasum sebesar 26 ha adalah tanah sengketa dan bermasalah pada sertifikat.

Nilai lahan tersebut sebesar Rp.737 miliar. Artinya berpotensi merugikan keuangan negara sebesar nilai asset lahan dimaksud. Demikian pun izin illegal pengembangan Pluit City dalam reklamasi 17 pantai teluk Jakarta yang syarat potensi kolusi dan korupsi. Tapi Ahok keukeh tetap mengeluarkan izin reklamasi !

Kembali ke soal Ahok Center dan dana CSR, sejak Jumat 6 -9 maret 2015, respon publik teradap pengelolaan dana CSR oleh Ahok Center makin kritis saja. Masyarakat heran, kenapa dana CSR BUMD dan swasta di kelola oleh lembaga bikinan Gubernur Ahok? Apakah ada indikasi Ahok mendirikan lembaga miliknya untuk menampung dana CSR pemda DKI?

Kemana saja aliran dana CSR tersebut selama dikelola Ahok Center? Apakah untuk belanja pencitraan Ahok, termasuk biaya perseteruannya dengan DPRD di media? Wallahulama ! Maka tak heran, tiga hari belakangan, rakyat dan media begitu kencang meminta Ahok Center segera di audit BPK, karena parkatek Ahok center ditengarai merupakan bentuk pencucian uang dan gratifikasi !

Yang perlu kita konstruksikan dalam skandal Ahok Center ini adalah, apakah tindaan Ahok dengan mengumpulkan dana publik (CSR BUMD dan Sawsta) ke lembaga miliknya (Ahok Center), merupakan bagian dari upaya pencucian uang? Atau yang dilakukan Ahok adalah bentuk gratifikasi? Logikanya sederhana, bila Ahok bukan Wakil Gubernur/Gubernur DKI Jakarta, tidak mungkin CSR 18 BUMD dan swasta diberikan kepada Ahok Center ! Asumsi yang paling mungkin adalah, aliran dana CSR 18 BUMD dan swasta ke Ahok Center karena pengaruh Jabatan Ahok sebagai Wakil Gubernur/Gubernur!

Sebagai lembaga yang sejak tahun 2012 mengelola dana CSR, masyarakat harus tahu transparansi dalam pegguanaan dana publik tersebut. Untuk apa dan kemana saja dana CSR tersebut digunakan? Apakah untuk kegiatan social? Untuk biaya pencitraan Ahok? Atau untuk biaya industri opini sosial media Ahok vs DPRD DKI. Kita tunggu hasil hasil audit BPK !

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline