Lihat ke Halaman Asli

Saatnya DJP Tegak dan Mandiri, Berdiri Sendiri

Diperbarui: 14 Desember 2015   09:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tahun 2015 dapat dikatakan merupakan tahun yang cukup sulit bagi Ditjen Pajak ( DJP). Pasalnya, dari target penerimaan pajak sebesar 1.294 triliun Rupiah, hingga saat ini baru tercapai sebesar 70,9% atau sekitar Rp 918 triliun yang terealisasi.  Memang angka yang menyedihkan,  mengingat tahun 2015 hanya  tersisa 2  minggu lagi. Hal ini tentunya membuat para pegawai pajak kalang kabut dan berusaha mati-matian untuk ‘kejar setoran’ demi mencapai target penerimaan. Pasalnya, apabila realisasi target pajak kurang dari  85%, maka kredibilitas DJP akan dipertanyakan.

Dirjen Pajak, Sigit Priadi Pramudito telah mengundurkan diri dari jabatannya pada tanggal 2 Desember 2015 lalu. Orang yang tidak paham mungkin akan menganggap ini sebagai tindakan menyerah atau bahkan bisa dikatakan lari dari tanggung jawab.  Namun justru sebaliknya, tindakan beliau adalah sebuah bentuk tanggung jawab yang paling sulit dilakukan oleh seorang pejabat dengan posisi  yang sangat ‘strategis’ seperti itu. Tindakan ini dapat diibaratkan bagaikan melempar dirinya sendiri ke dalam lautan untuk menyelamatkan seisi sekoci, tindakan seorang ksatria yang mungkin tidak akan pernah dilakukan pejabat pemerintahan lain di negeri ini.

Apakah yang sebenarnya menjadikan tahun ini menjadi begitu berat bagi DJP dalam mencapai targetnya? Apakah benar target yang diberikan terlalu tinggi? Bukankah para pegawai pajak sudah diberikan remunerasi yang cukup besar? atau memang jangan-jangan pegawai pajak banyak yang memang sebenarnya dianggap kurang kompeten?

Melihat Lebih Dekat

Target penerimaan terlalu tinggi, bukanlah satu-satunya  alasan yang dapat ditolerir. Namun, apabila penetapan suatu target selalu menggunakan base target tahun sebelumnya dan bukannya realisasi padahal target sebelumnya pun tidak tercapai, hal ini akan menjadi tidak realistis. Sementara DJP hanya dapat menggunakan cara yang realistis sesuai undang-undang perpajakan untuk mencapainya. Hal itulah yang terjadi saat ini.

Perlu kita ketahui bahwa ada sekitar 330 Kantor Pajak diseluruh Indonesia dengan SDM kurang lebih 35.000 orang pegawai. Mau tau berapa jumlah Wajib Pajak terdaftar saat ini? Kurang lebih 32,8 juta Wajib Pajak. Dengan tingkat kepatuhan Wajib Pajak di Indonesia yang masih begitu rendah, 35.000 vs 32,8 juta sangatlah terasa tidak adil. DJP masih seharusnya menambah jumlah pasukan agar hasil yang dicapai dapat lebih optimal.

Jalur Birokrasi yang terlalu berbelit-belit, hal ini yang menjadi masalah berikutnya bagi DJP. Layaknya sebuah instansi pemerintahan, disanalah terdapat sistem birokrasi dimana tidak ada yang namanya shortcut  bagi para birokrat ketika membutuhkan keputusan secara cepat dan tepat. Seharusnya, organisasi dengan peran sebesar DJP (Ingat, DJP menyumbang 70% dana untuk APBN!) mendapatkan jalur birokrasi yang lebih singkat layaknya sebuah kementerian.

Momentum Perubahan

Sebagian besar diantara kita mungkin akan memikirkan satu hal yang sama jika mendengar kata ‘orang pajak’. Korup, korup, dan korup mungkin itulah jawaban yang langsung muncul dibenaknya. Sungguh pemikiran (yang menurut saya) so last year, memandang DJP secara sebelah mata dan menggeneralisasi bahwa keseluruhan organisasi ini adalah korup. Padahal orang-orang yang memiliki pemikiran seperti itu juga belum tentu bayar pajak, tapi pasti menikmati fasilitas umum yang dibiayai dari pajak. Lebih korup mana?

Jika saja kita mau melihat lebih dekat, DJP sebenarnya telah banyak melakukan improvement semenjak masa modern mereka. DJP yang sekarang bukan lagi DJP yang dulu, hal ini yang perlu diketahui oleh masyarakat luas. Bahkan demi mencapai otonomi yang sepenuhnya, DJP  dicanangkan akan memisahkan diri dari Kementerian Keuangan dan berganti nama menjadi Badan Penerimaan Pajak (BPP). Dengan menjadi BPP, tanggung jawab akan dilaksanakan langsung kepada presiden, bukan melalui Kementerian Keuangan lagi, sehingga nantinya kontrol terhadap lembaga ini pun akan semakin baik dan mudah, bukan?

Akan lebih baik jika sesuatunya bukan hanya menjadi wacana saja, tetapi langkah berikutnya adalah mewujudkan. Sebuah tantangan besar, sebuah langkah awal yang baik untuk memulai agar DJP menjadi lebih baik, dan harapan terbesarnya adalah negeri ini lebih baik. Maka segeralah kita  bentuk DJP menjadi BPP.  Jika saya boleh punya harapan, maka  BPP yang non ASN dan dibentuk dengan undang-undang.

 

Salam

Gemilang R.

Tulisan ini merupakan pendapat pribadi




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline