Hari sumpah pemuda sudah berlalu kemarin. Masihkah sumpah itu aktual untuk pemuda-pemudi di negeri ini. Sebagian mungkin mengatakan ‘iya’ dan sebagian lain mengatakan ‘tidak’. Jumat pagi kemarin saya mendengarkan radio yang juga membahas mengenai sumpah pemuda. Ada sesi dimana sang penyiar menelepon salah satu pendengar untuk menanyakan isi sumpah pemuda. Terkejut juga rasanya betapa isi dari sumpah pemuda itu tidak diketahui sama sekali oleh si pendengar. Sesi tersebut berakhir dengan ejekan sang penyiar yang cukup membuat saya tersenyum.
Kalau ditanya apakah kita menjalankan sumpah pemuda yang diikrarkan 83 tahun lalu, saya berani menjawab ‘IYA’. Ingat point ke 3 dari sumpah pemuda, dikatakan berbahasa satu bahasa Indonesia. Bukankah saya menulis ini dalam bahasa Indonesia. Bukankah kita juga berkomunikasi sekarang ini dengan bahasa Indonesia. Walaupun bahasa Indonesia saya masih berantakan, tapi saya berusaha menggunakannya.
Berbicara mengenai bahasa, tidak luput dari seni menulis dari bahasa itu sendiri. Puisi adalah salah satunya. Dikatakan sebagai perwujudan imajinasi manusia yang bisa juga merupakan curahan isi hati. Disini, terhitung dari jumat malam sampai tadi sabtu siang, Kompasiana dibanjiri puluhan sampai ratusan puisi dari puluhan penghuninya. Adalah Festival Puisi Kolaborasi yang digawangi oleh komunitas pecinta fiksi di kompasiana.
Saya pun larut dalam hiruk pikuk tebaran puisi yang bermunculan. Betapa tidak, puisi-puisi yang saya baca berhasil membuat saya marah ketika bercerita tentang korupsi. Membuat saya bersyukur ketika membaca tentang getir sosok miskin yang berjuang untuk hidup. Membuat saya sedih ketika ada disana orang menangis dan mengais. Membayangkan syahdu-nya suasana pantai sore berlangit merah atau suasana stasiun pada keberangkatan kereta. Juga mengingatkan pada kerinduan dan cinta yang membuat dada bergetar. Bahkan menampar saya untuk ingat pada sang pencipta. Tidak sedikit dari para penulis menggunakan backsound yang mendukung pesan dari puisinya. Walaupun saya tidak begitu menikmati backsound yang disajikan karena buruknya sinyal dari provider yang katanya 'hebat, hemat', tapi saya tetap menikmati untuk larut ke dalamnya.
Belum habis semua puisi tersebut saya baca, dan malam ini saya mau melanjutkan membaca untuk larut kembali. Untuk menikmati apa yang saya nikmati, dapat dilihat pada tulisan berjudul [FPK] Inilah Perhelatan Festival Puisi Kolaborasi & Hasil Karya Para Peserta. Selamat menikmati, selamat terhanyut, dan selamat bermalam minggu.
____________________________________________________
, Sebuah catatan malam minggu dari Tasik yang gerimis
Tulisan ini ditulis juga di ghumi.id
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H