Lihat ke Halaman Asli

Gema Eka Adi Pamungkas

Pembimbing Kemasyarakatan

Kecerdasan Buatan: Potensi, Tantangan, dan Kolaborasi dengan Manusia

Diperbarui: 20 September 2024   13:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Artificial Intelligence. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Gerd Altmann

Kecerdasan buatan, atau Artificial Intelligence (AI), sering menjadi kata kunci yang digaungkan oleh berbagai perusahaan teknologi besar seperti Google, Apple, Microsoft, nVidia, dan lainnya. Semakin banyak produk mereka yang mengintegrasikan AI, dan ini terlihat dari iklan-iklan yang marak belakangan ini. Sebagai contoh, Apple baru saja mengumumkan iPhone 16 dengan fitur Apple Intelligence yang diklaim dapat membantu pengguna dalam menulis, menyelesaikan tugas, dan mengekspresikan diri secara maksimal.

Integrasi dengan pengembang AI lainnya, seperti OpenAI dengan ChatGPT, juga menjadi bagian dari ekosistem Apple Intelligence. Di sisi lain, Microsoft melakukan hal serupa dengan memperkenalkan Microsoft Copilot di Windows 11, yang dirancang untuk membantu pengguna menyelesaikan pekerjaan lebih cepat dan efisien. Tidak hanya perusahaan besar, masyarakat umum juga mulai terlibat dalam pengembangan AI secara open source, misalnya untuk pembuatan gambar melalui Stable Diffusion dan model LoRA.

Fenomena ini membuat semakin banyak pengguna yang mulai mengintegrasikan kecerdasan buatan sebagai keterampilan baru. Beberapa komunitas seni bahkan telah menggunakan istilah Prompt Engineer sebagai profesi yang menggabungkan seni dengan teknologi AI. Mahasiswa juga mulai memanfaatkan AI untuk membantu mereka menulis tugas dan membuat makalah. Sementara itu, programmer menggunakan Github Copilot untuk menulis kode tanpa harus mencari solusi di forum seperti Stack Overflow. Bahkan, menyusun rumus Excel kini bisa dilakukan hanya dengan meminta bantuan dari ChatGPT atau Microsoft Copilot.

Namun, meskipun AI memberikan kemudahan, ada tantangan yang harus dihadapi. Semakin mudahnya akses ke AI membuat sebagian pengguna terlalu bergantung dan cenderung mempercayai informasi yang diberikan tanpa verifikasi lebih lanjut. Banyak yang menggunakan AI sebagai sumber informasi utama dan menerima semua jawaban yang diberikan sebagai kebenaran, padahal tidak semuanya akurat. Penggunaan AI yang tidak terkendali bisa menimbulkan ketergantungan, sehingga pengguna kehilangan kemampuan berpikir kritis dan mandiri.

Di tengah semua potensi ini, saya melihat bahwa AI memiliki peluang besar untuk membantu kehidupan sehari-hari kita. Namun, penting bagi pengguna untuk tetap berpikir kritis terhadap informasi yang diberikan oleh AI. Kolaborasi antara manusia dan AI diperlukan untuk memastikan bahwa informasi yang dihasilkan lebih akurat dan spesifik. Potensi terbesar tidak terletak pada manusia yang mendikte AI atau AI yang mendikte manusia, melainkan pada kolaborasi di antara keduanya. Sebagaimana saya meminta chatGPT untuk memperbaiki artikel saya ini menjadi lebih efektif dan efisien.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline