Lihat ke Halaman Asli

Seram! Bisikan dari Kegelapan

Diperbarui: 28 Oktober 2024   15:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Horor. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Mystic Art Design

Di sebuah desa kecil yang terisolasi dari keramaian kota, terdapat sebuah rumah tua yang dikenal sebagai “Rumah Dukun.” Rumah itu telah ditinggalkan selama puluhan tahun, dikelilingi oleh pohon-pohon lebat yang tampak seperti tangan raksasa yang berusaha menarik siapa saja yang mendekat. Warga desa mempercayai bahwa rumah itu dihuni oleh roh jahat, dan tidak ada yang berani melangkah mendekat, terutama setelah malam tiba.

Suatu malam, sekelompok remaja—Tia, Andi, Joko, dan Sari—memutuskan untuk menguji keberanian mereka. Didorong oleh rasa penasaran dan ingin membuktikan bahwa semua cerita menakutkan itu hanyalah mitos, mereka berencana untuk menjelajahi rumah itu. Setelah mengumpulkan peralatan seperti senter dan kamera, mereka berangkat saat bulan purnama bersinar cerah.

Ketika mereka tiba, suasana terasa mencekam. Desingan angin dan suara serangga malam membuat mereka merasa tidak nyaman. Namun, semangat petualangan mengalahkan rasa takut mereka. Mereka masuk melalui pintu yang sudah berkarat, dan segera disambut oleh bau lembab dan debu yang menumpuk. Setiap langkah mereka membuat lantai kayu berderit, seolah mengingatkan bahwa mereka bukanlah tamu yang diinginkan.

Di dalam, dinding-dinding rumah dipenuhi dengan lukisan yang pudar dan furniture usang. Tia, yang selalu penasaran dengan hal-hal mistis, menemukan sebuah buku tua di atas meja. Buku itu berisi catatan ramalan, ritual, dan sketsa aneh yang menggambarkan makhluk-makhluk menyeramkan. Dengan suara bergetar, Tia mulai membaca beberapa ramalan tersebut. Ketika dia menyebutkan kalimat terakhir dari sebuah ritual, lampu senter mereka mulai berkedip-kedip, dan suasana seolah berubah drastis.

Ketika cahaya kembali stabil, bayangan hitam melintas cepat di sudut ruangan. Sari berteriak, dan mereka semua berlari ke arah pintu. Namun, pintu itu terkunci rapat seolah ada tangan tak terlihat yang menahannya. Panik menyelimuti mereka, dan mereka berusaha mendorong dan menarik pintu, tetapi sia-sia. Saat itulah, suara lirih mulai bergema di ruangan, memanggil nama mereka satu per satu.

“Tia… Andi… Joko… Sari…” Suara itu terdengar serak, seperti datang dari kedalaman kegelapan. Mereka merasa seakan ada sesuatu yang mengawasi mereka, dan ketakutan melanda. Joko mencoba menenangkan teman-temannya, tetapi suaranya sendiri mulai bergetar.

Mereka mencoba berbisik dan merencanakan langkah berikutnya, tetapi saat mereka beralih untuk membahas cara keluar, bayangan hitam itu muncul kembali, kali ini lebih jelas. Itu tampak seperti sosok wanita dengan rambut panjang yang kusut dan mata kosong yang menakutkan. Dia tersenyum sinis, dan dari mulutnya keluar suara yang membuat darah mereka membeku: “Siapa yang membangunkan tidurku akan membayar harga yang mahal.”

Seiring sosok itu mendekat, Tia teringat ramalan yang dibacanya. Dia berusaha untuk tidak panik, tetapi saat dia melihat ke arah teman-temannya, mereka sudah menghilang satu per satu, ditarik oleh bayangan gelap itu. Joko adalah yang pertama hilang, diikuti oleh Sari dan Andi, yang tampak terperangkap dalam kegelapan yang pekat.

Kini, hanya Tia yang tersisa, terjebak dalam ketakutan yang tak terlukiskan. Dia merasakan kehadiran roh-roh yang marah dan terkurung di tempat itu. Tia berusaha mencari jalan keluar, tetapi semakin dia bergerak, semakin dia merasa terjebak dalam labirin yang tidak berujung. Dalam keputusasaannya, dia mengingat buku tua itu. Dengan panik, Tia mencarinya dan membuka halaman-halaman yang bergetar, berharap menemukan cara untuk membebaskan diri.

Namun, sebelum dia bisa menemukan solusinya, suara lirih itu kembali, lebih kuat dan lebih dekat. “Kau juga akan menjadi bagian dari tidurku,” bisiknya. Tia merasa getaran di lantai, seolah ada sesuatu yang mendekat. Dalam detik-detik terakhir, dia berteriak, memohon agar roh-roh itu membiarkannya pergi, tetapi semua itu sia-sia.

Dalam sekejap, rumah itu kembali sunyi. Hanya ada desiran angin yang mengalir melalui celah-celah jendela yang pecah. Dan rumah tua itu, dengan segala misterinya, berdiri tegak, menunggu untuk menjebak jiwa-jiwa penasaran lainnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline