Lihat ke Halaman Asli

Menjelajahi Tradisi Bau Nyale Suku Sasak

Diperbarui: 1 Agustus 2024   12:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tradisi dan prinsip budaya masyarakat Sasak Lombok sangat berbeda. Tradisi merupakan adat istiadat sosial yang sulit dihilangkan saat ini. Salah satu adat istiadat suku Sasak yang unik adalah Bau Nyale. Namanya berasal dari kata Sasak "bau" yang berarti "panen" dan "nyale" yang berarti "cacing laut". Oleh karena itu, namanya mengacu pada penangkapan cacing laut.

Ada cerita menarik dibalik tradisi bau nyale ini. Dikisahkan ada seorang Putri Mandalika yang sangat cantik dan baik hati. Banyak Raja dan Pangeran menyukainya karena kecantikannya dan ingin menjadikannya Permaisuri. Itulah sebabnya Putri Mandalika merasa takut. Jika dia memilih salah satu Pangeran atau Raja, maka akan terjadi perang. Putri Mandalika tidak ingin hal ini terjadi, maka ia mengorbankan dirinya dengan menceburkan diri ke laut dan menjadi nyale warna-warni.

Masyarakat setempat menganggap nyale sebagai jelmaan Putri Mandalika. Masyarakat setempat juga percaya bahwa nyale ini membawa kesejahteraan bagi mereka. Tradisi Bau Nyale biasanya diadakan tepat 5 hari setelah bulan purnama atau pada tanggal 20 bulan 10 penanggalan tradisional Sasak (menangkap pranata). Biasanya pada bulan Februari-Maret setiap tahunnya.

Pantai Kuta Mandalika mempunyai tradisi menyebarkan bau nyale. Hal ini menarik minat warga Lombok dan wisatawan lainnya. Masyarakat di sana melakukan tradisi ini untuk dimakan saat nyale tiba. Mereka biasanya memakannya dengan cara digoreng, direbus atau dimakan langsung.

Nyale yang baru ditangkap mempunyai rasa yang manis dan segar. Namun, jika diolah menjadi makanan rasanya, asin dan gurih. Banyak orang dari luar mengunjungi tradisi ini untuk menikmatinya. Masyarakat setempat juga memanfaatkan peluang ini dengan menyelenggarakan festival bau nyale di mana masyarakat menangkap dan mengolah nyale untuk dimakan wisatawan.

Dengan demikian, festival ini diharapkan dapat menjadi wadah untuk melestarikan tradisi tersebut. Festival ini dapat mengingatkan generasi muda akan pengorbanan yang dilakukan Putri Mandalika untuk menjaga perdamaian. Memperkenalkan tradisi Nyale dengan cara ini memanjakan wisatawan dengan penyajiannya yang unik. Itu sebabnya tradisi ini tidak akan pernah berakhir.

Dengan kata lain, bau nyale adalah simbol penting dari kearifan lokal dan identitas budaya yang harus dipertahankan. Tradisi ini menunjukkan penghargaan terhadap mitologi dan alam serta menjadi momen kebersamaan bagi masyarakat. 

Namun, penting untuk menjaga perayaan ini tetap asli dan tidak tergeser oleh keuntungan perdagangan yang dapat menghilangkan nilai budaya aslinya. Dengan pengelolaan yang baik, Bau Nyale dapat terus menjadi aset budaya yang penting dan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal melalui pariwisata yang ramah lingkungan.

Oleh karena itu, tradisi bau nyale adalah menangkap cacing laut. Tradisi ini masih dipegang teguh oleh legenda-legenda yang masih ada. Saat ini, menjaga keberlangsungan tradisi tersebut menjadi penting untuk melestarikan keanekaragaman budaya Indonesia. 

Tradisi Bau Nyale juga berpotensi menarik wisatawan sehingga dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian masyarakat setempat. Namun, pelestarian tradisi ini juga harus diiringi dengan kelestarian lingkungan dengan cara tidak merusak ekosistem laut dan menjaga kebersihan di sekitarnya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline