Lihat ke Halaman Asli

Mengapa Tukang Gigi Menjamur?

Diperbarui: 9 Agustus 2018   22:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Oleh: Gelar S. Ramdhani

Sebagai aktivis Mahasiswa Kedokteran Gigi sedikit saya ingin mengomentari catatan Bung Armand yang berjudul Murkanya Dokter Gigi yang ditulisnya di Kompasiana pada tanggal 11 Maret 2012. Apa yang ditulis oleh Bung Armand memang sudah menjadi persoalan klasik yang terjadi dalam dunia Kedokteran Gigi Indonesia, dan permasalahan semacam ini hampir merata terjadi di seluruh daerah di Indonesia. Terlepas dari saya sebagai insan Kedokteran Gigi, saya ingin mencoba sedikit obyektif mencermati permasalahan ini.

"Tak ada asap jika tak ada api" mungkin itulah pepatah yang tepat untuk permaslahan ini, dalam arti tak mungkin tukang gigi dan lain sebagainya bis abertumbuh kembang dengan pesat jika tidak ada penyebab atau faktor pendorongnya. Apa saja faktor pendorongnya?

1. Angka kerusakan gigi yang tinggi

Angka kerusakan gigi yang boleh dikatakan cukup tinggi, dan tidak menutup kemungkinan akan meningkat setiap tahunnya. Hal ini menyebabkan masyarakat Indonesia kehilangan gigi, entah itu tanggal dengan sendirinya, keropos (karies), atau dicabut. Seseorang yang kehilangan gigi biasanya dari segi fungsi dan estetika akan terganggu, misal daris egi fungsi ketika makan, dan dari segi estetika gigi yang hilang akan membuat seseorang menjadi ompong, dan itu tidak enak dipandang. Maka dari itu supaya gigi tidak ompong, masyarakat biasanya ingin mengganti gigi yang tanggal atau hilang dengan gigi tiruan (dental protesa). Akan tetapi karena gigi tiruan yang dibuat oleh dokter gigi biasanya lebih mahal maka tak heran jika masyarakat lebih memilih yang lebih murah yakni tukang gigi. Intinya semakin banyak masyarakat yang ingin memasang gigi tiruan dengan harga yang murah maka semua ini akan membuat semakin menjamurnya praktik tukang gigi.

2. Pelayanan kedokteran gigi yang kurang humanis

Faktor ini terkadang terkesampingkan tertutupi oleh egoisme profesi yang begitu tinggi, masih banyak para dokter atau dokter gigi yang merasa dirinya dewa, jadi berhak melakukan praktik semaunya tanpa mementingkan hak-hak pasien. Sebut saja hak-hak pasien yang sederhana yakni pelayanan prima! Tak sedikit masyarakat yang mengeluhkan bahwa masih banyak praktik dokter gigi yang pelayanannya sudah mahal tidak memuaskan pula.

3. Tarif pelayanan kedokteran gigi yang belum terjangkau

Seperti yang saya jelaskan tadi bahwa masyarakat lebih memilih tukang gigi, karena tukang gigi lebih murah lebih terjangkau khususnya untuk golongan masyarakat menengah kebawah. Sedangkan dokter gigi dikenal dalam mitos masyarakat harganya selangiittttt wowwww!!! maka tak heran jika masyarakat lebih memilih tukang gigi.

4. Gaya hidup (lifestyle)

Terakhir adalah faktor gaya hidup, boleh dikatakan faktor ini adalah faktor yang membuat tukang gigi menjadi semakin menjamur. Era tahun 200oan di Indonesia trend menggunakan bracket atau dalam istilah kedokteran gigi dikenal dengan fixed orthodontic semakin naik ke permukaan, banyak kalangan yang demi sebuah gengsi berlomba-lomba memasang bracket, tak memandang status sosial, bahkan sampai masyarakat menengah kebawahpun rame-rame pasang bracket. Ketika tuntutan gengsi diutamakan sedangkan harga bracket di dokter gigi cukup mahal, maka kembali lagi tukang gigi menjadi solusi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline