Oleh: Gelar S. Ramdhani
Aneh sekali rasanya, sosok seorang tokoh kedokteran revolusioner yaitu Ernesto Guevara de la Sernaatau yang lebih dikenal dengan panggilan "Che Guevara" saat ini lebih dikenal oleh kalangan luar Kedokteran dari pada oleh kalangan kedokterannya sendiri. Saya punya seorang kawan seorang Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) di kampus saya, kawan saya yang seorang mahasiswa FISIP sangat tahu betul sosok Che Guevara, akan tetapi jika saya tanyakan kepada kawan-kawan saya yang di Kedokteran atau Kedokteran Gigi, mungkin hanya beberapa saja yang mengetahuinya.
Ironis sekali padahal "Che Guevara" adalah seorang dokter yang pemikirannya layak dijadikan inspirasi, beliau adalah seorang dokter ahli penyakit kulit kelahiran Argentina 14 Mei 1928, bagi saya beliau adalah sosok yang boleh dikatakan lebih dari seorang dokter. Seorang alumni Fakultas Kedokteran Universitas Buenos Aires ini semangat sosialismenya sangat membara, yang ia pikirkan bukan hanya bagaimana membuat satu orang yang ia tangani agar sehat layaknya dokter konvensional yang sering kita jumpai di Indonesia, akan tetapi dalam pemikirannya ia selalu berfikir bagaimana caranya agar kesehatan itu bisa merata, khususnya agar kaum marjinal sekalipun dapat menikmati pelayanan kesehatan yang layak dan setara (bukankah ini yang dicita-citakan founding father bangsa kita? "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia")
Ia percaya bahwa penyebab dari layanan kesehatan, kesejahteraan, serta kondisi sosial lainnya yang tidak merata (seperti di Indonesia) penyebabnya adalah keserakahan kaum kapitalis. Di negara kita sangat sulit sekali menemukan dokter yang pemikirannya seperti Che, rasanya keranjang sampah di Indonesia sudah sesak dengan dokter-dokter yang opurtunis, hedonis, egois, dan borjuis. Andai saja di negara ini lahir 100 Che maka saya yakin kesejahteraan rakyat Indonesia khususnya kesejahteraan dalam hal kesehatan akan merata.
Mengapa saya yakin? Dalam pidatonya yang bertajuk "On Revolutionary Medicine" di negara Kuba, Che telah meletakan dasar filosofis sistem kesehatan sosialis Kuba. Terbukti dengan sistem kesehatan sosialis seperti itu Kuba yang negaranya tidak sebesar dan kekayaan alamnya tidak sebesar Indonesia, akan tetapi berbagai indikator kesehatan di Kuba, sama atau lebih tinggi dari Amerika Serikat sebagai negara adidaya.
Harapan hidup di Kuba rata-rata 77 tahun, hanya setahun lebih rendah dari harapan hidup orang AS. Tahun 2007, angka kematian bayi di Kuba 5,3 per seribu kelahiran, lebih rendah dari angka kematian bayi di AS yang 6,37 per seribu kelahiran. Ada 6,5 orang dokter per seribu orang penduduk di Kuba, dibandingkan dengan 2,4 orang dokter per seribu orang penduduk di AS. Digambarkan dengan cara lain, di Kuba tersedia seorang dokter bagi 155 orang penduduk, sedangkan di AS, tersedia seorang dokter bagi 417 orang penduduk (Hughes 2007; Brouwer 2009).
Kemudian yang paling mengejutkan lagi, tingkat kesehatan masyarakat sangat tinggi di Kuba, dicapai dengan pelayanan kesehatan (health care) yang hanya 250 dollar AS per kapita, dibandingkan dengan 6000 dollar per kapita di AS, dan sekitar 3000 dollar per kapita di kebanyakan negara kaya (Hughes 2007).
Saya berharap semoga fakultas-fakultas kedokteran atau kedokteran gigi di Indoensia mampu mencetak dokter-dokter yang memiliki pemikiran bukan hanya menyehatkan seorang pasien yang ia tangani di kliniknya saja, atau jangan sampai mencetak dokter yang berfikiran bagaimana caranya agar kliniknya laris saja, akan tetapi mampu berfikir juga bagaimana caranya agar kesehatan itu merata khususnya masyarakat miskin sekalipun bisa sehat.
Ingat seorang dokter berjuang meningkatkan kesehatan seseorang bukan hanya di dalam klinik saja, melainkan meningkatkan derajat kesehatan seseorang bisa juga dengan sumbangan pemikiran disertai hati nurani yang bersih bagaimana agar bisa tercapai Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia!
"Ave Maria Purissima"
-------------------------------------------