Bulir tetes hujan terakhir turun dengan setengah mencibir.. Awan gelap yang berarak datang menimpali dengan tak kalah getir.. Rerimbunan hijau yang dahulu didaulat untuk memimpin orkestrasi tropis kini telah termakan satir..
Dengan setengah linglung sang ilalang mencoba meraba-raba tanahnya..tempatnya yang kini semakin asing bagi dirinya untuk sekedar berpijak.. Setengah berharap bahwa ini hanyalah fatamorgana.. Atau miskonsepsi dialogis dengan dirinya sendiri..
Memekiklah parau dirinya dengan kerongkongan yang tercekik.. Pelik..
Bintang jatuh pun datang menghampiri seraya menghibur, "Kenapa kau bersedih? Ini bukanlah kemarau.." Sang ilalang bergeming..memekiklah ia tertahan..deraunya tertelan keheningan senja yang tak lagi ia kenali..
"Jika memang momentummu tak sekedar mitos, tanpa ragu aku akan meminta untuk berakhir tanpa kata,tanpa koma,dan tanpa kebencian.." Melemahlah dirinya dan beringsut pandang lalu pada tabir tenggelam di kaki langit barat..
Teman dan sahabat.. Siluet simbiosis yang terhapus senja.. Senja yang meremang..
"Baiklah..ku antar kau sampai di gapura..", balas bintang jatuh singkat..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H