Lihat ke Halaman Asli

Indonesia harus Menghentikan Eksploitasi Seksual Anak Online

Diperbarui: 24 Juni 2015   22:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

JAKARTA-GEMPOL, Perdagangan anak sudah sangat memprihatinkan kita semuanya. Hal ini meningkat dengan berkembangnya teknologi informasi di dalam negeri. Dunia maya dijadikan sebagai tempat untuk menipu, mengiming-imingi dan akhirnya digunakan untuk menjual (trafficking) anak dengan  tujuan eksploitasi seksual dan prostitusi.

“Kasus trafficking lewat online terus terjadi di Indonesia dan  meningkat. Kejahatan seksual ini sangat keji karena selalu disertai dengan kekerasan dan praktik perbudakan,” ujar Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Meneg PP & PA) Linda Amalia Sari Gumelar.

Indonesia merupakan salah satu pengguna internet terbesar di dunia sesudah Amerika Serikat dan China. Pengguna internet di sini mencapai 55 juta orang. Di sisi lain tidak semua pengguna internet punya niat baik.

Sebagai contoh, baru-baru ini diungkap di Surabaya, seorang germo  menawarkan pelacur kelas tinggi secara online. Germo ini memiliki "binaan" pelacur mencapai 2000 orang dengan beragam profesi tersebar di seluruh pelosok Indonesia. Cara memesan ‘ayam’ tersebut lewat internet.

Kejahatan ini baru terungkap setelah polisi melakukan operasi selama dua tahun imbuh Linda. Hal ini menunjukan kejahatan seksual via dunia maya dilakukan secara rapi dan pasti melibatkan suatu sindikat besar.

Selain praktik kejahatan seksual di jalur internet diduga semakin marak, di sisi lain, anak-anak kita semakin doyan mengakses konten berbau porno di media internet. Indikasi itu bisa dilihat dari Survei Indonesia 2008 dari salah satu lembaga.

Dari 1.625 siswa SD kelas 4-6 yang disurvei di wilayah Jabodetabek, 66 persen  di antaranya mengaku telah menyaksikan konten pornografi melalui jaringan online. Para siswa ini menyaksikan pornografi di internet melalui games online sebanyak 18 persen, 16 persen melalui situs porno, 14 persen  lewat film yang ada diunduh dari telepon selular dan 24 persen  lewat komik atau stensilan.

Sebagian besar alasan mereka melakukan itu hanya karena iseng dan penasaran. Anak-anak tersebut leluasa mengakses gambar yang tidak sesuai dengan umur mereka lantaran rendahnya pengawasan orang tua dan masyarakat.

Bahwa kondisi saat ini tidak jauh berbeda dan bahkan cenderung semakin memburuk seiring dengan semakin canggih dan murahnya teknologi informasi.

Negara-negara di kawasan Asia Tenggara perlu membangun kerja sama hukum guna menghentikan maraknya pornografi dan eksploitasi  seksual anak di ranah online.

Para pelaku kejahatan seksual pada anak di internet bertindak bagai hewan pemangsa. Mereka dengan lihai membujuk anak-anak berpose seronok di depan kamera.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline