Lihat ke Halaman Asli

Pengelolaan Sektor Migas harus berpihak kepada kepentingan Nasional

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

JAKARTA-GEMPOL, Masalah migas memang pelik, apalagi harga BBM dan minyak dunia naik terus. Padahal Penerimaan negara dari sektor migas dalam struktur APBN-P tahun 2012 mencapai Rp 265,942 Trilyun.

Data-data yang disampaikan ketua Kaukus Muda Indonesia (KMI) memperlihatkan bahwa penerimaan PPh migas sebesar Rp 64,596 Trilyun. SDA migas sebesar Rp 186,608 Trilyun (Rp 149 triliun minyak bumi dan Rp 39,71 Trilyun gas bumi) dan dari Domestik Market Obligation sebesar Rp 11,73 Trilyun.

Tata Kelola Migas harus di lakukan melalui revisi UU No 22 Tahun 2001, dimana sekelompok orang sudah mengujinya di hadapan majelis hakim MK (Mahkamah Konstitusi).

Adanya realitas yang perlu mendapatkan perhatian  bersama karena sudah ada kesadaran masyarakat luas akan bisnis di sektor migas dan berbagai persoalan terkait dengan migas nampaknya mulai tumbuh.

Yang harus jadi perhatian bersama dalam dalam tata kelola sektor industri minyak dan gas (migas) masih banyaknya gangguan eksternal nonteknis di bisnis migas yang totalnya mencapai 1234 kasus.

Masalah pencurian peralatan migas 648 kasus, gangguan operasi non teknis seperti unjuk rasa, sabotase, penghentian kegiatan, ancaman dan mengelola “modal sosial” dari masyarakat ini. Adanya hal seperti ini masih menunjukkan adanya ketidakadilan.”

Tata kelola bisnis migas di Indonesia harus benar-benar lebih diorientasikan kepada kepentingan nasional, yakni dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (pasal 33 ayat 3 UUD 1945). Bukan untuk kepentingan asing ataupun kepentingan kelompok tertentu.

Agar pengelolaan bisnis sektor migas di Indonesia lebih diorititaskan kepada kepentingan nasional. Yaitu dipergunakan untuk sebesar besarnya kemamuran rakyat.

Pengelolaan bisnis sektor migas di Indonesia agar lebih terpadu dan teritegrasi mulai dari hulu sampai hilir sehingga tidak saling tumpang tindih dan menghindari terjadinya konflik kepentingan.

Langkah ini diyakini sanggup membuat pembagian hasil bisnis migas yang tergolong pro rakyat dan menghingdari penyalahgunaan wewenang segelintir elit daerah

Badan Pelaksana Minyak dan Gas (BP Migas) terkesan menyembunyikan besaran biaya yang sudah terjadi di lembaganya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline