Lihat ke Halaman Asli

Pagelaran Wayang Orang "Adipati Karna"

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1341923064981341215

Di hari Jumat yang lalu kebetulan saya dan istri berkesempatan untuk menyaksikan pentas wayang orang dari Rumah Budaya Nusantara - Puspo Budoyo dengan lakon "Adipati Karna". Bertempat di Taman Ismail Marzuki, pagelaran ini adalah pagelaran ke-51 yang telah dipentaskan oleh Puspo Budoyo sejak berdirinya pada 3 Agustus 9 tahun silam. Para anggota Puspo Budoyo bukanlah penggiat seni profesional. melainkan mereka yang merasa terpanggil untuk ikut meneruskan budaya dan tradisi leluhur. [caption id="attachment_193485" align="aligncenter" width="600" caption="Pembukaan Acara"][/caption] Pementasan dibagi dalam 11 babak, menceritakan riwayat sang Adipati Karna dari asal-usul kelahirannya hingga akhir hidup. Pada babak pertama menceritakan tentang kisah kelahiran sang adipati yang diakibatkan penyatuan sukma sejati Dewi Kunti dengan Dewa Surya. Penyatuan sukma sejati diceritakan dengan adegan sepasang penari menggunakan kostum keemasan menggambarkan Dewa Surya dan sukma sejati Dewi Kunti yang menggunakan pakaian putih. [caption id="attachment_193486" align="aligncenter" width="450" caption="Adegan sukma sejati sang Dewi Kunti bersama Dewa Surya"]

1341923673373201674

[/caption] Babak kedua menceritakan tentang kelahiran sang adipati. Untuk menutupi kejadian tersebut, karena tidaklah wajar seorang putri raja melahirkan anak tanpa adanya suami yang syah, sang adipati dilahirkan melalui telinga, dan dinamai Karna. Selanjutnya sang bayi pun dilarung ke sungai hingga ditemukan oleh orang tua angkatnya yaitu Adirata, seorang kusir kereta di kerajaan Astina, dan sang bayi dinamai Basukarna. Babak berikutnya menceritakan tentang kehidupan masa muda Basukarna yang tekun dalam belajar ilmu sehingga mendapat karunia berupa senjata kesaktian serta bertemu Dewa Surya yang menceritakan asal-usulnya. [caption id="attachment_193511" align="aligncenter" width="401" caption="Adegan Basukarna berlatih ilmu sejak kecil"]

13419274061867974114

[/caption] Babak ke-empat adalah goro-goro. Nah, di babak ini biasanya memang diisi dengan kelucuan - kelucuan dari dialek sang punakawan. Yang didapuk memerankan para punawakan adalah pelawak Kirun cs. Setelah goro-goro, naahhh di sinilah mulai babakan tawurannya. Babak kelima menceritakan tentang bagaimana sang Basukarna diangkat menjadi raja bawahan supaya naik derajatnya menjadi ksatria dan dapat melawan Arjuna dalam satu pertandingan. [caption id="attachment_193515" align="aligncenter" width="600" caption="Pandawa berhadapan dengan Kurawa menunjukkan hasil berguru pada begawan Drona"]

13419282181038830846

[/caption] Babak ke enam hingga akhir menceritakan bagaimana sang Basukarna dianggat menjadi panglima perang Kurawa untuk mengatasi kekalahan yang diderita oleh pihak Kurawa dalam perang Bharatayudha. Basukarna menerima pengangkatan tersebut dengan syarat bahwa yang menjadi kusir kereta perangnya adalah raja Salya dengan harapan dapat mengimbangi Arjuna yang menggunakan kereta perang dengan Kresna sebagai kusirnya. Raja Salya pun merasa direndahkan karena diharuskan menjadi kusir dari seorang adipati Karna. Babak demi babak berikutnya menggambarkan adegan peperangan antara sang adipati Karna berikut Kurawa dengan pihak Pandawa. [caption id="attachment_193516" align="aligncenter" width="600" caption="Adipati Karna melawan pasukan pimpinan Srikandi"]

13419287311005136500

[/caption] Dan pada akhirnya pun, sang adipati Karna harus tewas karena panah Arjuna. Sebuah klimaks yang digambarkan dengan berhadapannya dua buah kereta perang dengan latar belakang para prajurit yang tewas bergelimpangan. [caption id="attachment_193517" align="aligncenter" width="600" caption="Perang tanding antara adipati Karna dan Arjuna"]

1341928771799983064

[/caption] Yang menarik dari pagelaran ini adalah keikutsertaan seorang generasi penerus Puspo Budoyo yang masih berusia lima tahun. Sebuah pertanda bahwa seni tradisional tidak berhenti dalam proses regerasinya. Hal lain yang dapat dicatat pada pentas ini adalah, karena memang pemerannya bukanlah seniman profesional, kelucuan pun dapat terbangun dari kondisi kealpaan terhadap dialog yang seharusnya diucapkan di atas panggung. Walaupun demikian, pementasan ini tetaplah menjadi acara yang sangat layak untuk disimak karena banyaknya filsafat dalam kisah pewayangan yang patut menjadi perenungan. [caption id="attachment_193518" align="aligncenter" width="600" caption="Seluruh pemeran tampil di panggung pada penutupan acara"]

13419288101002276827

[/caption] Sebagai penutup, tidak lupa saya ucapkan terimakasih kepada bu kepala sekolah perkoplakan yang telah rela memberikan tiket gratis. Semoga di lain hari tersedia lagi tiket gratis pagelaran seni, dengan atau tanpa acara makan malam gratis #SinyalKuatPPG. Jakarta 2012-07-10 Sumber foto : Dokumentasi pribadi Didalangi oleh semangat berbagi @koplakYoband

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline