Lihat ke Halaman Asli

Inisiasi atau Ini-Sial-Isasi ?

Diperbarui: 25 Juni 2015   02:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kata inisiasi berasal dari kata bahasa Latin, initium, yang berarti masuk atau permulaan, atau dapat diartikan sebagai masuk ke dalam. Sementara menurut bahasa Inggris berasal dari kata initiate, yang artinya kira - kira memulai suatu kegiatan. Dalam memasuki dunia pendidikan pun kegiatan serupa, ketika memasuki sekolah menengah atau di tingkat perguruan tinggi. Beragam jenis nama dan kemasannya, ada yang menyebutnya sebagai Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus disingkat OSPEK, ada juga yang menyebut sebagai Masa Pembinaan (bukan pembinasaan) alias MABIM, ada pula sebutan masa perploncoan atau istilah yang diperhalus menjadi masa kaderisasi. Tulisan kali ini tidaklah berniat untuk mencari pembenaran atau membenar-benarkankan kegiatan tersebut melainkan hanya berbagi sebuah pengalaman yang pernah terjadi di masa lalu.

Selama masa menuntut hingga saat ini, setidaknya sudah beberapa kali saya mengalami inisiasi, baik saat bergabung dalam organisasi kesiswaaan, organisasi kemahasiswaan, organisasi extra kurikuler, dan organisasi lainnya, berbentuk ataupun tanpa bentuk (lhoo, memangnya ada???). Sebutlah, di jaman tahun segituan (silakan ditebak tahunnya) sewaktu memasuki dunia putih abu - abu, dari Organisasi Siswa Intra Sekolah alias OSIS, menyisipkan acara tersebut di sore hari setelah pagi harinya kami mengikuti acara penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Acaranya sederhana saja, kami sebagai siswa baru dilatih baris - berbaris oleh para kakak kelas (disebutnya sebagai instruktur) dan nanti pada akhir masa penutupan penataran akan diperlombakan. Selain mengikuti baris - berbaris ada juga diberikan tugas - tugas lain misal mengenal kakak - kakak instruktur yang dibuktikan dengan mendapatkan nama, tanda tangan, berikut kesan pesan dari mereka.  Acaranya cukup menyenangkan, baris - berbaris memang dulu sudah cukup umum didapatkan sewaktu mengikuti kegiatan Praja Muda Karana (Pramuka) sejak di tingkat Siaga. Ada hukuman fisik? Pasti ada, tapi masih dalam tingkat wajar, yang terlambat datang atau melakukan kesalahan dalam baris - berbaris mendapatkan hukuman fisik seperti push-up, scout jump, atau lari satu dua keliling. Kekerasan fisik? Sama sekali tidak ada. Di tahun sebelumnya dan setelahnya pun sama saja, tidak ada permasalahan yang berarti. Korban tewas, apalagi, nihil. Yang membuat semua baik - baik saja adalah adanya pendampingan dari pihak sekolah, baik oleh guru pembina OSIS ataupun pimpinan sekolah.

Masa inisiasi yang cukup keras terjadi sewaktu mengikuti ekstra kurikuler pecinta alam. Pilihannya hanya dua, lakukan dengan benar atau kulit bertemu kulit. Olah fisik seperti push-up, scout jump, sit-up bukanlah lagi hukuman, melainkan kewajiban. Pesan yang disampaikan jelas, kesalahan dalam kegiatan di alam bebas dapat berakibat hal fatal, lebih berat dari sekedar hukuman fisik. Apakah pernah terjadi kecelakaan akibat hukuman fisik? Sepanjang pengetahuan saya tidak pernah terjadi, kalaupun di inisiasi sebelumnya pernah terjadi kulit telapak kaki mengelupas dan menempel pada kaus kaki lebih karena disebabkan peserta yang kurang tertib dalam menjaga fisik selama kegiatan. Efek positif yang lain? Pasti ada. Salah seorang teman seangkatan yang pecandu narkoba bisa normal kembali setelah diajak aktif dalam kegiatan, tentunya juga plus ancaman dari senior yang selalu memonitor.

Masa inisiasi yang cukup panjang saya alami di tahun awal perkuliahan. Setidaknya selama nyaris satu tahun, cuma kurang beberapa minggu saja, masa inisiasi berlangsung. Wujudnya bervariasi, dari mulai tugas kelompok, tugas perorangan, kegiatan fisik, dan lain-lain. Bentak - membentak pasti ada. Resistensi dari mahasiswa baru pun ada. Bagaimana dengan kontak fisik? Sangat dilarang karena berpotensi untuk menjadi tidak terkendali. Lagipula, kalau dengan kata - kata saja sudah cukup untuk membuat emosi memuncak, untuk apa melakukan kontak fisik :) Apakah tugas yang diberikan mengada - ada? Saya rasa tidak, kalaupun saya pernah mengalami bolak - balik sampai 8 kali hanya untuk mendapatkan stempel pengesahan tanda pengenal, itu karena memang ada kesalahan dalam membuatnya. Relevansinya? Dalam dunia menyelesaikan laporan praktikum bukan hal yang mustahil untuk berulang kali menghadap asisten jika memang masih ada kesalahan. Dalam dunia kerja pun sering terjadi bolak - balik dalam pembuatan proposal atau surat resmi. Kalaupun pernah mendapat hukuman akibat keterlambatan atau kegagalan dalam menyelesaikan suatu tugas juga bukan sesuatu yang tidak mungkin dalam dunia nyata. Bedanya hanya pada hukuman yang didapatkan, kalau tugas kuliah yaaaa paling dapat nilai haluan kanan alias D atau E. Relevansi dalam dunia kerja? Pernah merasakan terlambat dalam mengumpulkan dokumen tender? Pernah merasakaan terlambat dalam mengikuti tes melamar pekerjaan?

Apakah dalam inisiasi ada pakem atau tahapan yang harus diikuti? Saya rasa ada tahapan - tahapannya, bukan hanya sembarang bentak, sembarang hukum, atau pelampiasan balas dendam. Tahap pertama adalah menghancurkan semua nilai - nilai lama yang dibawa dari lingkungan sebelumnya. Dalam tahapan ini, lupakan sejenak semua yang pernah didapat sewaktu menjadi ketua OSIS, lupakan semua yang pernah didapat sewaktu menjadi ketua kegiatan ekstra kurikuler. Dalam tahap ini semua mahasiwa baru dinyatakan berkedudukan sama dalam lingkungan kemahasiswaan. Tahapan ini ditandai dengan pemberian tugas - tugas yang memberikan pressure pada fisik berikut daya nalar. Ciri - ciri lain adalah apapun argumentasi yang diajukan selalu salah. Dalam tahapan ini juga diharapkan munculnya rasa kebersamaan para mahasiswa baru, baik dalam menjalani masa inisiasi sampai dengan menjalani pendidikan. Tahapan kedua adalah pemasukan nilai-nilai dari lingkungan yang baru. Di sinilah mahasiswa baru mulai diajak berdiskusi ada proses pengenalan terhadap kegiatan - kegiatan kampus, kehidupan kampus, dan tentunya organisasi kemahasiswaan. Tahapan ketiga sebagai penutup adalah rehabilitasi yang ditandai dengan penutupan dan diterimanya mahasiswa baru sebagai anggota dalam organisasi kemahasiswaan. Ketiganya merupakan tahapan dasar dari inisiasi. Apakah ada tahapan lain? Bisa saja ada, misalkan tahapan dimana emosi mahasiswa baru sengaja diledakkan, tentunya peledakan terkendali, untuk mengeluarkan semua emosi atau dendam terhadap senior dan panitia. Tahapan ini dilakukan sebelum tahapan rehabilitasi. Dalam tahapan ini juga biasanya dilakukan seleksi terhadap mereka yang dianggap berpotensi untuk dijadikan kader dalam kepengurusan. Umumnya mereka yang dipilih adalah yang berani berinisiatif dalam kondisi yang kacau.

Semudah itu? Tentu saja kenyataan tidak pernah semudah kata - kata, dalam satu tahapan penghancuran nilai atau peledakan emosi dapat saja terjadi pihak panitia atau senior mendapat kontak fisik. Di sinilah diperlukan adanya peran pengendali. Biasanya ada pembagian peran antara panitia, senior, dan pengarah kegiatan. Jika panitia memberikan tekanan, senior berfungsi menjaga dari kondisi chaos. Jika senior yang memberikan tekanan, sesama senior dan pengarah kegiatan yang akan menjaga. Segala konsep dari setiap sesi harus tersosialisasikan sebelum dilaksanakan. Hanya itu? Tentu masih ada lagi. Semakin matang suatu organisasi dalam melakukan inisiasi tentu akan semakin banyak yang dipersiapkan.

Oh ya, saya teringat sebuah role play yang pernah dilakukan di mana pimpinan kelompok mahasiswa dipisahkan dan dibuat kondisi seakan - akan menerima hukuman dan kontak fisik. Dalam kondisi minim informasi biasanya akan muncul berbagai respon. Salah satu tujuan dari role play tersebut adalah, berpikirlah sebelum bertindak dan jangan mengandalkan asumsi yang belum tentu terbukti kebenarannya.

Apakah proses inisiasi dengan segala tindakan seperti itu adalah sesuatu yang ideal dan harus dilalui oleh siswa / mahasiswa baru? Belum tentu. Yang dulunya efektif bisa saja di kemudian hari menjadi tidak efektif. Tetapi jika ingin mengubah tradisi atau apapun namanya, menurut salah seorang senior saya, sebaiknya dilakukan dari dalam bukan dari luar. Masuklah, jadilah penentu keputusan, dan silahkan mengubah sesuai apa yang diinginkan. Ada beberapa cara untuk menghentikan kendaraan yang sedang melaju kencang, salah satunya adalah menggunakan tembok beton yang menghadang, menjadi supir yang menginjak pedal rem, atau sebagai polisi yang mempunyai wewenang di jalan raya. Setiap cara punya harga pengorbanan tersendiri.

Selamat menjalani inisiasi, dan semoga tidak membuat kita menjadi merasa SIAL dalam menjalaninya.

Jakarta 2012-07-16

Tulisan ini diplonco oleh @koplakYoBand

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline