Seperti pada umumnya orang lain di negeri ini, karier (ciyeeeehhh karir ni yeeehh) menulis saya diawali dengan membuat karangan pada pelajaran bahasa Indonesia. Untuk pertama kalinya saya mendapatkan dasar - dasar dalam membuat penulisan, misal membuat kerangka karangan untuk membantu dalam menjelaskan ide, baru kemudian mengembangkan kerangka menjadi sebuah paragraf. Dalam pelajaran bahasa juga saya mengenal adanya kalimat jaka sembung alias kalimat sumbang yang tidak berhubungan dengan ide dalam satu paragraf. Setelah melalui berbagai proses, sempat aktif maupun vakum berbulan - bulan, dan akhirnya hingga menjadi hancur lebur seperti sekarang ini. Konon, menulis adalah sebuah proses untuk mengungkapkan sebuah pemikiran atau gagasan. Tak hanya dalam bentuk tulisan berpanjang-panjang atau berlembar-lembar, sebuah kalimat pun bisa mewakili sebuah gagasan yang pada akhirnya berkembang menjadi sebuah gagasan lain menyesuaikan dengan situasi dan kondisi. Ndak percaya? Lha ya kan ada kalimat - kalimat yang dikeluarkan oleh tokoh terkenal kemudian dikemas dalam bentuk quote untuk memberikan motivasi (juga demotivasi hahahaha). Lha terus apa hubungannya dengan eksistensi diri? Ya pasti ada dong. Dalam dunia tulis - menulis, mengambil referensi dari penulis lain adalah sebuah kewajaran, walaupun mungkin saja dalam blog atau media tidak terlalu "ketat" seperti halnya dalam sebuah buku cetak yang mempunyai daftar referensi secara khusus dalam bagian yang terpisah. Semakin banyak orang yang mereferensikan ide yang tertuang melalui tulisan kita, bukankah itu berarti bahwa keberadaan kita terakui? *meksaYaBand* Saya rasa pastilah di kompasiana banyak tulisan yang pernah direferensikan oleh orang lain. Sebut saja melalui twitter, facebook, google+, ataupun melalui media instant messenger. Mungkin cukup banyak yang sudah menjadi bahan diskusi, bahan dalam mempertahankan sebuah pendapat, dan mungkin saja menjadi sebuah sasaran caci maki akibat perbedaan pendapat. Plagiarisme pun tak luput menyerang, setidaknya sudah beberapa anggota Kompasiana yang mengeluhkan adanya tindakan copas oleh oknum di luar sana, baik secara keseluruhan konten maupun sebagian, dengan atau tanpa mencantumkan nama penulisnya. Walaupun memang membawa rasa gondok tersendiri, saya mencoba mengambil pemikiran positif bahwa plagiarisme tulisan adalah sebuah pujian yang sangat tulus terhadap eksistensi sebuah ide atau pemikiran. Yang masih hangat adalah eksistensi curhat (eh ato protes ya?) bu kepsek koplak (BKK) yang muncul dalam sebuah artikel membahas egoisme perempuan di KRL. Ndak tanggung - tanggung, artikel tersebut dimuat di sebuah media bulanan yang berskala nasional. Bayangkan seandainya materi cetak dari majalah tersebut dapat bertahan dari kepunahan dan abadi hingga ratusan atau bahkan ribuan tahun kemudian. Bukanlah tidak mungkin sebuah pemikiran di suatu masa menjadi inspirasi di masa yang berikutnya, dan sang tokoh pencetus pemikiran tersebut menjadi tokoh yang inspiratif. *ngayalYaband* Selamat ya bu kepsek, jangan lupa traktiran bebek mertjon :) Jakarta 2012-06-08 Semangat berbagi oleh @koplakYoBand
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H