Lihat ke Halaman Asli

Gede Yoga Satrya Wibawa

Satyam Eva Jayate

Mendorong Pemberian Sanksi Kasepekang bagi Krama Desa yang Jadi Pelaku Tindak Pidana Korupsi di Bali

Diperbarui: 12 Januari 2021   23:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Oleh : Gede Yoga Satrya Wibawa, MH. 

Dosen di Program Studi Hukum Hindu 

Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Mpu Kuturan Singaraja

Tindak pidana korupsi seperti penyakit yang sudah akut bagi bangsa ini. Rezim pemerintahan sudah beberapa kali berganti semenjak agenda pemberantasan korupsi digalakkan pada awal reformasi 1998. Berbagai daya upaya telah dilakukan namun para pelaku tindak pidana korupsi seolah selalu menemukan cara untuk tetap beraksi dan menikmati gelimangan uang haram hasil korupsi ini. Beragam upaya dilakukan untuk dapat mempersempit ruang gerak para koruptor ini, mulai dari pemerintah pusat hingga daerah. Setidaknya bangsa Ini masih optimis dapat terbebas dari korupsi suatu saat nanti.

Perkembangan Pemberantasan tidak Pidana Korupsi di Indonesia diawali pada era reformasi bergulir, dimulai dengan memotong sentralisasi kekuasaan dengan masuk pada era otonomi daerah, dilakukan untuk memotong dinasti orde baru yang sudah membangun jaringan kekuasaan dari tingkat teratas hingga bagian terbawah dari republik ini. Reformasi birokrasi juga dilaksanakan untuk memotong alur birokrasi yang selama ini sangat berbelit dan merupakan wahana Tipikor yang nyaman bagi para oknum birokrat korup. 

Lembaga pengawas dibentuk untuk dapat memberikan pagar bagi proses birokrasi agar tidak keluar rel. Ombudsman RI bekerja untuk mengawasi setiap alur birokrasi dan kebijakan tidak keluar dari tata cara yang diatur melalui Undang-Undang, BPK didorong untuk dapat memberikan filter terhadap penggunaan anggaran negara agar tak terjadi kebocoran lagi, hingga memberikan aksebilitas bagi masyarakat melalui LSM untuk terlibat dalam upaya menjaga reformasi ini tetap dalam koridor.

Dalam bidang penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi ini dikawal oleh KPK, Kejaksaan dan Polri. para ksatria penegak hukum  ini bahu membahu untuk dapat mempercepat upaya pemberantasan tindak pidana korupsi ini dapat dilakukan. Walaupun dalam prakteknya beberapa kali ada juga oknum dari unsur penegak hukum ini terlibat dalam tindak pidana korupsi.

Upaya pemberantasan korupsi terus dilakukan, terakhir penetapan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang katanya dirancang untuk memperkuat KPK dalam melaksanakan tugas memberantas korupsi di Indonesia. KPK diharapkan dapat lebih independent dan merdeka tanpa tekanan pihak manapun. 

Dalam Pasal 3 Undang-Undang KPK yang baru ini disebutkan jelas bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.

Penegakan hukum terhadap para pelaku tindak pidana korupsi yang terus dilakukan tampaknya tidak membuat oknum pejabat korup diluar sana jera. Deretan kasus yang berhasil membawa para koruptor mendekam di hotel prodeo pun nampaknya hanya dianggap angin lalu. Bukannya berkurang malah ada saja jalan dan cara yang dilakukan oleh oknum pejabat korup ini. 

Terakhir di situasi bencana wabah penyakit pun dijadikan ladang korupsi juga, dimana bantuan untuk masyarakat yang seharusnya digunakan untuk percepatan penanganan Covid 19 disunat dan dibagi bagi oleh mereka yang seharusnya berkinerja untuk rakyat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline