Lihat ke Halaman Asli

Bapak, Aku Kangen Padamu dan Masa-masa itu

Diperbarui: 19 Juni 2016   21:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Hasil terapi sedot masuk angin. Bapak dan aku. Dokpri"][/caption]

Kemarin, beberapa saat setelah sampai di rumah, bapak melambaikan tangannya memintaku untuk mendekat. Dengan pelan dia memintaku untuk memberinya sedikit uang. Akupun sedikit terkejut, karena hampir tidak pernah beliau minta uang.

Entah kenapa, lalu aku jadi teringat dan merindukan masa kecilku dibesarkan olehnya. Aku kangen masa dimana begitu mudahnya meminta uang dari bapak. Dengan sedikit merengek, aku pasti disuruhnya untuk ambil sendiri uang dari dompetnya. Semudah itu.

Dan ternyata, gambar-gambar masa kecilku dengannya terus muncul bergantian di pikiran. Masih jelas sekali teringat bagaimana bahagianya aku dulu dibesarkan pria kalem ini. Kangen sekali dengan semua kenangan itu.

Sore itu, Bapak berkata bahwa dia masuk angin. Seperti biasa, dia memintaku menyedot anginnya dengan alat khusus. Aku tidak mau kalah, aku pun minta hal yang sama. Ini mungkin karena aku kangen masa kecilku yang sakit-sakitan. Beliaulah orang yang paling panik dan kawatir.

Menjelang malam aku duduk di dekatnya. Sekitar 2 jam lamanya. Mungkin karena aku rindu, terutama pada kata-katanya yang lugu. Kuperhatikan beliau masih selalu kalah dari ibu saat "berdebat". Entah sengaja atau memang bapak tak mampu menang :-D

Kami sempat berdiskusi tentang bola. Dengan polos dia bertanya mengapa Amerika bisa ikut Piala Eropa. Begitulah bapak, polos nan lugu. Tapi justru itulah yang sepertinya membuatku kangen.

Jarum jam menunjukkan pukul 9 waktu Singaraja, Bali. Sebetulnya aku sudah kelelahan dan memang sedikit tidak enak badan, tapi bukannya tidur istirahat, aku malah mengajaknya untuk nonton Piala Eropa. Kebetulan ada pertandingan Belgia melawan Irlandia Utara. Mungkin ini karena aku kangen bapak.

Lagi, pikiranku flashback. Aku teringat masa-masa saat Piala Dunia 1990. Saat itu umurku baru 4 tahun dan adikku di dalam kandungan. Aku terbangun tengah malam, mungkin karena bapak berteriak heboh saat nonton. Lalu aku duduk dipangkuan ibu. Bersama adik yang menendang-nendang dari dalam kandungan, kami menemani bapak menonton bola, entah pertandingan apa lawan apa.

Keesokan harinya, aku harus kembali ke Denpasar. Ketika di jalan, aku kembali teringat masa lalu ketika pulang kampung ke Bangli. Kali ini aku yakin, ini pasti karena aku masih kangen pada bapak.

Yang paling kuingat adalah saat pulang kampung ke Bangli berdua saja dengan bapak. Saat itu umurku mungkin sekitar 10 tahun. Kami naik motor tua Honda C-700, aku pasti duduk di belakang. Meskipun ngantuk dan tertidur di jalan, aku takkan jatuh karena beliau sudah mengikat pinggangku ke pinggangnya dengan selendang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline