Lihat ke Halaman Asli

Menyoal Pajak Penerangan Jalan: Buleleng Jangan Sampai Gelap Gulita

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Sejatinya, pengelolaan dana Pajak yang menyentuh kepentingan rakyat adalah kunci utama untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar Pajak. Pemerintah Daerah harus bersyukur bahwa Pajak Penerangan Jalan telah mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), oleh karena itu tidak ada alasan untuk menyia-nyiakan kepercayaan masyarakat"


Lampu Penerangan Jalan (LPJ) di ruas jalan di Kabupaten Buleleng terancam mati total, karena Pemkab belum melunasi alias menunggak tagihan rekening listrik LPJ bulan Agustus dan September 2011. Bila tagihan berturut-turut dalam tiga bulan tidak dilunasi, maka PLN akan mengenakan sanksi tegas berupa pembongkaran LPJ yang sudah terpasang (Bali Post, 27/09/2011).

Menyimak Pajak Penerangan Jalan (PPJ)
Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, tiap-tiap daerah mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan demi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Demi terselenggaranya pemerintahan tersebut, pemerintah daerah berhak mengadakan pungutan kepada masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Daerah diberi kewenangan untuk memungut 16 (enam belas) jenis Pajak yaitu 5 (lima) jenis pajak provinsi dan 11 (sebelas) jenis Pajak kabupaten atau kota. Pajak Penerangan Jalan (PPJ) termasuk jenis pajak yang dikenakan oleh kabupaten atau kota.

Pengertian Pajak Penerangan Jalan (PPJ) berdasarkan Undang Undang tersebut adalah Pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain. Sedangkan Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng nomor 11 tahun 1998 tentang Pajak Penerangan Jalan, Pajak Penerangan Jalan adalah Pajak yang dipungut atas penggunaan tenaga listrik.

Objek Pajak Penerangan Jalan adalah penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh dari sumber lain dan Subjek Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau Badan yang dapat menggunakan tenaga listrik. Untuk tarif pengenaan Pajaknya, berdasarkan Pasal 55 ayat 1 UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah disebutkan bahwa Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).

Berdasarkan Pasal 6 Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng nomor 11 tahun 1998, tarif Pajak ditetapkan sebesar 5 % (lima persen) dari Nilai Jual Tenaga Listrik. Namun berdasarkan pembahasan sementara Perda Pajak Penerangan Jalan oleh Pansus DPRD Kabupaten Buleleng, tarif Pajak Penerangan Jalan dikenakan sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah pemakaian daya (bali.antaranews.com,24/05/2011)

Lalu bagaimana mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pembayarannya?

Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri no. 10 tahun 2002 tanggal 30 April 2002 tentang Pemungutan Pajak Penerangan Jalan, secara singkat dapat digambarkan bahwa Pajak Penerangan Jalan dipungut oleh PLN dari seluruh pelanggan di daerah yang bersangkutan setiap bulan bersamaan dengan pembayaran rekening listrik PLN, kemudian oleh PLN, hasil Pajak Penerangan Jalan disetor ke Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh Kepala Daerah. Terakhir, Pemkab wajib melunasi pembayaran rekening listrik atas lampu penerangan jalan yang menjadi beban Pemkab. Semua mekanisme tersebut dilakukan sesuai dengan Momorandum of Understanding (MOU) antara Pemkab dan PT PLN.

Kemana Uang Pajak Penerangan Jalan Anda?
Pajak Penerangan Jalan adalah salah satu jenis Pajak Daerah yang tentunya digunakan untuk meningkatkan pembangunan dan pelayanan publik yang baik kepada masyarakat di daerah yang bersangkutan. Menilik kembali pengertian Pajak Daerah menurut Undang-Undang nomor 28 tahun 2009 tentang PDRD, Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pengertian tidak mendapatkan imbalan secara langsung, bisa dipahami sebagai Pajak yang dibayarkan oleh masyarakat tersebut, manfaatnya tidak bisa secara langsung dinikmati oleh masyarakat. Artinya, masyarakat tidak bisa menikmati secara langsung fasilitas penerangan jalan di tempat masing-masing tanpa ijin dari pihak PLN dan Pemkab. Kesalahpahaman seperti ini menimbulkan adanya pemasangan lampu penerangan jalan secara liar atau ilegal, yang sudah jelas merugikan pihak Pemda sendiri dan PLN tentunya.

Berbeda dengan retribusi, masyarakat pembayar retribusi bisa langsung mendapatkan manfaat dari retribusi yang dibayarkan tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline