Dalam konteks kehidupan di kota yang semakin padat, beberapa tahun terakhir Indonesia telah mengalami peningkatan yang signifikan dalam jumlah pelanggaran lalu lintas. Data jumlah pelanggaran lalulintas tahun 2023 sebanyak 664.480 pelanggaran. Jumlah tersebut turun 11% atau 86.176 pelanggaran dibandingkan dengan tahun 2022 sebanyak 750.656 pelanggaran. Hal itu disampaikan Kapolres Blora dalam amanatnya saat memimpin apel gelar pasukan Operasi Keselamatan Lalu Lintas Candi Tahun 2024 di Mapolres Blor.
Akibat maraknya terjadi pelanggaran lalulintas, munculah fenomena menarik yaitu Content Creator yang menghadirkan dirinya sebagai penegak lalulintas dengan cara menghadang, menegur dengan menaiki motor pengendara yang melanggar. Mereka berangkat dari keyakinan bahwa tugas menertibkan lalu lintas seharusnya dipegang oleh polisi lalu lintas, bukan oleh mereka sendiri.
Contoh yang paling terkenal adalah ketika seorang Content Creator membuat video di tengah jalan dan menghadang pengendara yang melawan arah. Hal ini telah menimbulkan kontroversi dan kritik dari beberapa pihak. Mereka berpendapat bahwa tugas menertibkan lalu lintas adalah tanggung jawab polisi, bukan Content Creator. Mereka pun berangkat bahwa edukasi yang diberikan oleh Content Creator tidak terlepas dari tujuan lain, sehingga tidak seharusnya menggantikan fungsi penegak hukum.
Ketua Koalisi Pejalan Kaki (Kopeka) Alfred Sitorus juga menyorot fenomena ini. Ia berpendapat bahwa polisi harus berterima kasih kepada warga yang melakukan edukasi terkait dengan lalu lintas terkini, bukan sebaliknya. Ia juga menekankan bahwa perilaku kolektif yang tidak dapat ditoleransi, seperti kekerasan, harus dihentikan. Namun, beberapa Content Creator berpendapat bahwa mereka hanya berusaha memberikan edukasi dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya keselamatan di jalan. Mereka juga perpendapat bahwa mereka tidak memiliki izin untuk menghadang pengendara, tetapi hanya berusaha memberikan peringatan dan edukasi.
Perdebatan seputar tindakan menghalangi jalur kendaraan yang melanggar menjadi semakin relevan. Beberapa hari terakhir, tepatnya pada tanggal 25 Juli 2024 juga viral di media sosial, sebuah video yang menampilkan seorang bocah pesepeda berseteru dengan seorang pengemudi ojek online (ojol) di jalur sepeda.
Pada awal video tersebut memperlihatkan seorang bocah yang sedang melintangkan sepedanya ditengah menutup jalur sepeda. Dalam sebuah video yang diunggah akun TikTok @classy6548, Minggu 23 Juni 2024, terlihat bocah itu dengan berani memberhentikan beberapa pengendara motor. Meski demikian, banyak kendaraan yang tetap nekat lewat dan tidak peduli dengan aksi anak tersebut. Hingga akhirnya ada seorang pria dewasa yang memakai jaket ojek online (ojol) berhenti tepat di depan bocah tersebut. Ia pun bertanya maksud bocah itu menghadang para pengendara motor di jalur sepeda. Tak gentar, bocah itu menjawab tengah membuat video.
Lantas, pengemudi ojol dengan seragam Maxim itu pun tak terima atas perlakuan bocah tersebut hingga akhirnya kekerasan terjadi. Pengemudi ojol itu sempat menampar bocah tersebut hingga perekam video meminta orang untuk menolong melerai perkelahian. Tak lama, si bocah juga menggeplak kepala pengemudi ojol yang masih mengenakan helm yang dibalas pengemudi ojol dengan membanting sepeda si bocah. Tak berhenti sampai situ, si bocah pun membalas aksinya denga menggulingkan motor NMax milik si pengemudi ojol. Kejadian tersebut terjadi di salah satu kota besar tepatnya di daerah Tanah Abang, Jakarta Pusat yang alhasil dapat tersebar dengan cepat dan menarik perhatian banyak pihak.
Jadi apakah hal yang mereka lakukan merupakan bentuk dari tindakan keberanian untuk menegakkan aturan atau justru sekadar penggangguan terhadap jalannya arus lalulintas? Pertanyaan ini mengundang kita untuk mempertimbangkan dua perspektif yang saling bertentangan.
Aksi tersebut telah menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat. Beberapa orang menunjukkan simpati terhadap bocah tersebut karena berani menghalangi ojol yang melewati jalur sepeda. Sementara itu, beberapa orang lainnya menunjukkan kekhawatiran terhadap keselamatan bocah tersebut. Ada juga yang berpendapat bocah yang menghalangi ojol lewat jalan sepeda merupakan kesalahan, karena seringkali tidak memperhatikan keselamatan diri sendiri dan orang lain ketika bermain di jalan raya. Hal ini dapat menyebabkan kecelakaan yang serius dan mengganggu arus lalu lintas. Selain itu, bocah yang menghalangi ojol juga dapat memengaruhi kualitas layanan ojol yang seharusnya memberikan kenyamanan dan keamanan kepada penumpang.
Menurut Bapak Dimas S.I.Kom, M.I.Kom yang merupakan salah satu dosen Universitas Muhammadiyah Jember, Bapak Dimas berpendapat "keberanian dalam menindak ketegasan itu patut diapresiasi, karena memang dalam aturan lalulintas atau etika berkendara dijalan raya untuk jalur hijau itu diperuntukan kepada pengguna sepeda, lalu pengemudi ojek online atau ojol ini mengambil jalur pesepeda. Maka dari itu sudah menjadi kebenaran untuk pihak bocah tersebut, dia sudah berani speak up tentang aturan berlalu lintas dan tidak takut dengan orang yang lebih dewasa".
Tanggapan bapak Dimas tersebut, menunjukan beliau mendukung aksi yang dilakukan oleh bocah pesepeda. Karena memang ia sudah sesuai dengan jalur kendaraannya, dan bentuk teguran yang dilakukannya sudah menunjukkan sikap yang tepat untuk mengurangi tindakan pelanggaran lalulintas. "Jadi kita menyikapi dari pengendara sendiri walaupun kita ojol walaupun kita warga masyarakat pengendara sepeda motor patuhilah tata tertib lalulintas, itu dari niat si pengendara sendiri apakah ia tidak takut dari keselamtannya sendiri atau tidak. Maka dari itu, salah satu faktor penting untuk menjaga keselamatan si pengendara itu ialah perpegang pada sebuah etika berkendara dijalan raya dengan baik dan benar, apakah dia memakai helm, membawa sim, STNK, dan lain sebagainya prinsip ini harus diterapkan oleh siapa saja baik itu pengendara diluar maupun tanpa terkecuali". tambah bapak Dimas.