Lihat ke Halaman Asli

G.B. Suprayoga

A PhD in spatial and transport planning; an engineer in highway construction; interested in enhancing sustainable road transport; cycling to work daily

Indonesia yang Adem Saat Rusia-Ukraina Memanas

Diperbarui: 19 Juni 2022   12:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perang Rusia dan Ukraina sudah berlangsung empat bulan. Meskipun lambat, kemajuan angkatan perang Rusia telah menghasilkan penguasaan sekitar 20% dari wilayah Ukraina, yang terkonsentrasi di bagian timur atau Donbass. Angkatan perang Ukraina pun mengakui keunggulan Rusia dalam hal taktik dan jumlah persenjataan. Ukraina tidak mampu menahan pergerakan pasukan Rusia lebih jauh hingga kota Sieverodonetsk pun jatuh. 

Dengan perkembangan ini, Vladimir Putin, Presiden Rusia, hampir mencapai tujuan perang yang ia sebut sebagai operasi khusus untuk membebaskan daerah Donbass yang didominasi oleh etnis Rusia. Daerah tersebut, sejak tahun 2014, mendapatkan perlakuan diskriminasi oleh pemerintah Ukraina. Menurut Rusia, warga Donbass mengalami genosida pada saat pemerintahan Ukraina yang berorientasi Barat berkuasa.

Selama berlangsungnya perang, sanksi  dijatuhkan kepada Rusia dan telah menyebabkan gangguan terhadap rantai pasok komoditas secara global. Sanksi yang dijatuhkan tidak hanya dalam hal ekonomi dan perdagangan melainkan juga hal budaya. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, satu negara mendapatkan sanksi yang sangat berat hingga mencapai 15.000 jenis. 

Indonesia yang Adem

Perang Rusia-Ukraina diberitakan oleh media arus utama di Indonesia. Kompas sempat cukup intensif meliput situasi perang yang berfokus pada dampak dan perkembangan pasukan yang berperang. Media  hanya sedikit mengulas mengenai dinamika perang secara geopolitik dan prospek perang dalam banyak hal.

Dalam 4 bulan terakhir, pemberitaan di Indonesia didominasi oleh politik dan ekonomi domestik. Berita politik meliputi elektabilitas calon presiden 2024, koalisi awal partai politik, dan hubungan antara Presiden dan partai koalisasinya. Berita mengenai ekonomi yang masih terus ditampilkan adalah mengenai kenaikan harga minyak goreng dan potensi peningkatan harga bahan bakar.

Pengaruh perang terhadap Indonesia secara geopolitik dan ekonomi belum cukup lengkap dibahas. Kecuali dalam kaitannya dengan presidensi Indonesia dalam G20. Ada beberapa alasan  mengenai hal ini. Pertama, perang di Ukraina terjadi jauh dari Indonesia, atau sekitar 10.000 km secara jarak geografis, sehingga tidak dirasakan dampak langsung. 

Kedua, hubungan antara Indonesia dan negara yang berkonflik (Rusia dan Ukraina) selama ini tidak berpihak pada salah satunya sehingga orientasi akan lebih seimbang. Karenanya, orang Indonesia masih beranggapan apabila salah satu pihak menang atau kalah maka pengaruhnya terhadap Indonesia tidaklah signifikan. Ketiga, Indonesia memiliki fokus masalah sendiri yang sudah cukup rumit antara lain karena pandemi, ketidakpastian harga minyak, dan pembangunan megaproyek. Alasan ketiga ini mungkin yang lebih dominan ada pada benak orang Indonesia.

Tentu saja, setiap orang berhak memiliki pendapat sendiri dan setiap negara mendekati persoalan sesuai dengan kepentingan nasionalnya. Pada Maret, pemerintah Indonesia memilih untuk meminta serangan militer untuk dihentikan dan kembali kepada meja perundingan. Sejumlah pejabat politik menyampaikan bahwa kenaikan harga produk di Indonesia disebabkan oleh perang Rusia dan Ukraina, namun tidak dijelaskan produk yang dimaksud. Sampai saat ini pun, respon Indonesia masih cukup adem ketika perang  memanas di Eropa.

Baca: Apa Sikap Indonesia atas Serangan Rusia ke Ukraina 

Respon Indonesia di tengah potensi perubahan geopolitik

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline