Mendekati Hari Lebaran sudah barang tentu akan terjadi peningkatan arus lalu lintas di berbagai lini sektor transportasi. Yang menjadi kejutan, walaupun tingkat perekonomian beberapa bulan ini melemah namun malah terjadi peningkatan penggunaan moda transportasi udara selama arus mudik tahun ini. Menteri Perhubungan, Ignatius Jonan, mengatakan terjadi peningkatan sebesar 7,63% pengguna transportasi udara menjelang Lebaran. Dari sekitar 4,3 juta penumpang pada Lebaran tahun lalu, tahun ini jumlah penumpang meningkat hingga 4,6 Juta. Sedangkan, pemudik yang menggunakan jalur darat berkurang hingga 2,7% dari tahun lalu. Efisiensi waktu dan tarif yang lebih ekonomis merupakan faktor terbesar pemudik memilih moda transportasi udara untuk pulang ke kampung halaman.
Everyone can Fly!
Jargon dari salah satu maskapai yang beroperasi di Indonesia dan menjadi salah satu maskapai perintis yang menerapkan kebijakan Low Cost Carrier (LCC) di awal tahun 2000an. Karena mekanisme yang diterapkannya, biaya untuk bepergian dengan pesawat terbang bisa jadi sangat murah, bahkan kadang tak masuk akal. Tak ayal semakin banyak yang bisa berpelesir menggunakan moda transportasi ini dibanding katakan, dua dekade lalu. Dapat dipastikan kita tidak akan dapat melihat penumpang bercelana pendek dan bersandal ketika menggunakan penerbangan komersil ini. Sekarang? Banyak. Saking banyaknya, sektor penerbangan LCC merupakan salah satu sektor transportasi dengan peningkatan jumlah penumpang paling cepat di dunia. Sepertinya jargon tersebut tepat sasaran.
Lebih terbukanya akses terhadap moda transportasi udara ini berkontribusi terhadap peningkatan aktivitas ekonomi. Mengirim barang jadi lebih cepat, meeting di beberapa tempat dalam satu hari jadi mungkin, dan menikmati Batagor Kingsley khas Bandung yang masih fresh tak lagi jadi masalah. Menteri Kelautan dan Perikananan kita, Bu Susi Pudjiastuti juga merasakan nikmatnya kemudahan akses transportasi udara, coba tanya beliau.
Namun ini fakta lain dari kemudahan dan efektivitas yang kita dapatkan dari moda transportasi udara. Menurut Laporan Intergovernmental Panel of Climate Change (IPCC) Sektor Transportasi Udara menyumbang hingga 2% dari total emisi karbon yang dihasilkan manusia. Dengan peningkatan volume traffic penerbangan saat ini diprediksi pada tahun 2040 meningkat hingga 5%.
Belum lagi, pesawat-pesawat ini menyuntikan langsung pencemar ke area Stratosfer mengakibatkan dampaknya berlipat ganda. Bukan hanya peningkatan Karbon Dioksida, tapi emisi penerbangan yang lain juga berkontribusi langsung pada perubahan iklim seperti Uap Air (Kontrail) dan NOx yang berperan dalam pemanasan global.
Sumber emisi di sektor penerbangan sesungguhnya bukan hanya pada pesawatnya saja yang terlihat di angkasa, tetapi juga infrastruktur pendukungnya (supply chain). Sehingga apabila kita melakukan perhitungan berapa besar sumber emisi di sektor penerbangan, maka yang harus dihitung antara lain adalah sumber emisi berikut ini:
- Pesawat udara (aircraft), emisi dari pembakaran avtur pada saat terbang.
- Bandara, emisi berasal dari penggunaan listrik dan transportasi di dalam airport (bis dan kendaraan lain).
- Hanggar dan pusat perawatan, emisi dari fasilitas perawatan yang menggunakan listrik.
- Catering makanan, emisi dari penggunaan listrik, bahan bakar buat memasak, dan sisa makanan.
- Perkantoran perusahaan penerbangan, emisi dari penggunaan listrik dan bahan bakar kendaraan.
- Bunker fuel, emisi berasal dari avtur yang menguap dan terpapar di udara bebas.
Bila tidak berubah, sektor transportasi udara bisa jadi bumerang untuk peradaban manusia.
Keprihatinan ini mendorong ilmuan, inovator, dan rekayasawan terdepan dalam keilmuannya untuk menemukan solusi yang lebih baik untuk sektor transportasi ini. Salah satunya adalah Solar Impulse, hasil inovasi dari André Borschberg dan Bertrand Piccard. Proyek ini berfokus pada inovasi pesawat terbang bertenaga surya. Proyek terbarunya Solar Impulse (SI) 2 menggunakan 17.000 solar panel yang dipasang pada sayap pesawat seukuran sayap pesawat Jumbo Jet.
Beberapa percobaan telah dilakukan untuk mengetahui apakah terbang tanpa bahan bakar fosil itu bisa dilakukan. Percobaan terakhir berhasil dilakukan dengan menerbangkan SI2 dari Newyork ke Seville menempuh jarak sejauh 6,795 Km selama 3 hari 3 malam tanpa berhenti. Keberhasilan ini menegaskan pernyataan dari André dan Bertrand bahwa teknologi bersih (clean technology) dapat digunakan pada sektor transportasi ini dan kemudian membuka seluas-luasnya potensi untuk pengembangan tanpa merusak lingkungan.
Walaupun penerapan secara komersil mungkin masih membutuhkan waktu yang lebih panjang, Solar Impulse atau teknologi lain yang berusaha menggantikan bahan bakar fosil dalam penerbangan adalah terobosan yang dapat mengubah pandangan dan cara kita melihat transportasi di masa depan.