Lihat ke Halaman Asli

Antusiasme Penggemar Basket di Yogyakarta

Diperbarui: 29 Februari 2016   12:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber: Twitter IBL Indonesia"][/caption]Rintik gerimis mulai menghiasi langit kota Yogyakarta ketika sekelompok muda-mudi mempersiapkan baliho dan umbul-umbul. Ada acara apa gerangan? Ahhh iya, Seri Reguler IBL rupanya akan menyambangi kota Gudeg ini. Namun sepertinya ada yang berbeda, kali ini Liga yang kembali bernama IBL tidak mengikuti jejak liga sebelumnya yang menyelenggarakan pertandingan di GOR UNY namun memilih GOR Amongrogo yang terletak di selatan Stadion Mandala Krida. Dari segi kapasitas tribun penonton, memang GOR Amongrogo lebih kecil dibandingkan GOR UNY. Meskipun begitu, tak menyurutkan niat langkah pengemar yang sudah rindu melihat pertandingan basket para pemain profesional Indonesia.

Sejak NBL mulai memutuskan tidak lagi memperpanjang kontrak mengelola liga, penggemar pun dibuat bertanya-tanya bagaimana nasib liga basket ini kemudian. Siapakah yang akan mengambil alih? Akhir 2015 pertanyaan itu pun terjawab, Starting Five bersedia mengambil alih dan mengelola liga.

Lima tahun NBL mengelola liga memang bukan waktu yang sebentar. Ada banyak cerita, banyak kisah pun drama yang selalu menyertainnya. Bahkan ada yang mengatakan jika saat itu adalah pengelolaan liga yang terbaik. Mengemas show yang spektakuler saat Championship Series. Sehingga ketika NBL tak lagi mengelola liga, banyak yang sedih, takut, dan pesimis. Apakah liga selanjutnya akan bisa sebaik pendahulunya.

Tahun ini ketika liga mulai dikelola Starting Five dan kembali ke kota Yogya, meski geliat penonton yang datang ke GOR tetap ada, namun tidak seramai tahun-tahun sebelumnya. “Rame NBL, dulu setiap dateng ke GOR pasti ada anak sekolah, ada serombongan anak Stece dan Stero (Stela Duce 1 & 2, red), sekarang tidak telihat.” ujar Septi ketika dimintai pendapat soal sepinya penonton. Ia  menambahkan, “nonton jadi lebih seru dan semangat kalo di GOR. Banyak temen dan rival, bisa teriak-teriak, mengumpat dan tepuk tangan.”

Namun ia juga menyayangkan mahalnya harga tiket. “Harga tiket menurutku mahal banget. Kalo bukan yang bener-bener cinta basket males nonton. Mending nonton di rumah apalagi ada streaming gratis. Kalo dulu bahkan aku ngajak temen aku yang ga terlalu sukalah sama basket, terus habis itu jadi suka. Aku perhatikan umur penontonnya kemungkinan diatas 20 tahun semua alias udah mapan dan kerja. Rp 60.000,- untuk sebagian pelajar memang terbilang mahal.”

Ia pun mencontohkan, “Kemarin siang (22/02) waktu pertandingan Aspac Vs Bimasakti, sepi banget. Ga ada pertandingan bagus, (pertandingan bigmatch.red)  harga tiket Rp 60.000,- siapa yang mau dateng.” Sebelum beranjak, ia memberi saran untun IBL. “Untuk keamanan agar lebih fleksibel, diperbolehkan membawa kamera DSRL bagi penonton, sound system kurang bagus, suara MC tidak terdengar jelas di atas tribun.”

Claudia, pelajar yang sempat menonton langsung liga sebelumnya di Yogyakarta mengatakan jika promosi yang dilakukan IBL saat ini terbilang masih kurang. “Teknik pemasarannya kurang. Harusnya rugi di awal dulu baru naikin harga di akhir. Kalo begini mah animonya menurun. Orang-orang jadi males dateng kalo gak ada invitation. Kurang greget.”

Sama halnya dengan yang dilontarkan Indah, yang kala itu datang ke GOR Amongrogo bersama suaminya. “Ramai liga yang sebelumnya. Entah, mungkin karena promosinya yang lebih menarik jadi orang banyak tertarik dengan liga seperti NBL. Tapi ini mungkin masih awal, ke depan semoga akan lebih banyak lagi promosi yang dilakukan. Semoga harga tiket juga bisa diturunkan.”

Hal senada juga diunggkapkan Doddy salah satu fans militan yang hampir selalu menonton liga-liga IBL, saat datang ke Yogyakarta weekend kemarin. Dia mengatakan jika dibandingkan dengan penonton di seri Jakarta, penonton di Jogja terbilang sepi. “Kalo di Jogja bener-bener sepi. Saat di Jakarta penuh hanya hari pertama, SM vs Aspac, setelah juga sepi.” Menurut dia alasan sepinya GOR Amongrogo karena mahalnya harga tiket. “Mahal. Anak basket UNY yang sempat main bareng dengar Rp 60.000,- pilih nonton live di TV aja.”

Lain halnya dengan Aik salah satu fans CLS yang selalu hadir saat tim kesayangannya bertanding, mengemukakan pendapat yang bebeda terkait IBL. “IBL sekarang bagus, dari pembagian jadwal tanding tim disetiap kotanya, live streaming yang mudah diakses, sekarang udah ada aplikasinya juga. Tambah lengkap. Tapi brandingnya IBL kurang, jadi sepi.”

Wahyu Buana, selaku Direktur Operasional IBL, ketika dimintai komentar terkait antusiasme yang datang ke GOR Amongrogo, mengatakan jika pola penonton basket pada umumnya sama. “Saat weekend naik tinggi namun ketika weekdays turun. Antusiasmenya lebih dari Malang, namun penonton di Jogja lebih quite (kalem), dibanding di Jawa Timur, Jakarta, Bandung, lebih crowded, lebih sorak-sorak dalam menonton basket.”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline