Di tengah pergeseran nilai gender dalam masyarakat, sekolah khusus laki-laki menghadapi tantangan mendidik siswa agar menjadi "laki-laki jantan" yang sesuai di era modern. Kejantanan kini tak hanya tentang kekuatan fisik atau dominasi, melainkan juga mencakup kecerdasan emosional, tanggung jawab sosial, dan moral yang kuat. Para siswa diajarkan untuk menjadi pemimpin yang tidak hanya berani tetapi juga memiliki empati. Dalam lingkungan sosial yang makin kompleks, muncul pertanyaan: apakah metode pendidikan tradisional masih memadai untuk membentuk laki-laki yang siap menghadapi tantangan sosial? Sekolah-sekolah ini kini mencoba memodernisasi konsep maskulinitas, menggabungkan nilai-nilai tradisional dengan konsep maskulinitas modern yang lebih relevan.
Sekolah khusus laki-laki tradisional dan modern terkadang memiliki pendekatan berbeda dalam pendidikan maskulinitas. Sekolah tradisional menekankan kekuatan fisik, disiplin ketat, dan keberanian sebagai elemen kejantanan utama. Siswa diajarkan memiliki fisik tangguh untuk menghadapi tantangan, mengukuhkan peran mereka sebagai pelindung dan pemimpin yang mencerminkan konsep maskulinitas era lama.
Sebaliknya, sekolah khusus laki-laki modern berupaya memperluas pemahaman maskulinitas dengan menekankan empati, kemampuan berpikir kritis, dan tanggung jawab sosial sebagai elemen kejantanan yang penting. Siswa dilatih untuk menjadi laki-laki yang berani dan tangguh, tetapi juga mampu memahami dan mendukung orang lain, memadukan aspek emosional dan intelektual dalam definisi kejantanan. Meski demikian, nilai-nilai dalam sekolah tradisional tetap harus dipertahankan agar esensi maskulinitas sejati tidak tergerus.
Sekolah tradisional dapat diilustrasikan sebagai sekolah yang berada di kota tua dengan bangunan batu berlapis lumut, halaman luas, lapangan olahraga, dan area latihan fisik. Siswa dilatih dalam disiplin ketat, melakukan latihan fisik intens, dan menghadapi tantangan tanpa gentar, tumbuh menjadi sosok kuat dan tangguh dengan fisik tahan banting. Berbeda dengan itu, di sekolah modern, bangunan kontemporer dengan ruang terbuka dan area diskusi menjadi tempat bagi siswa untuk mengembangkan empati dan berpikir kritis. Mereka diajarkan bahwa maskulinitas bukan hanya soal fisik, tapi juga kesadaran emosional dan kepedulian sosial. Di sini, mereka belajar menyeimbangkan ketegasan dengan kepedulian, menjadi pemimpin berani sekaligus peduli. Di ruang diskusi, siswa mengasah perspektif tentang kepemimpinan, memahami bahwa kekuatan sejati hadir tidak hanya dalam otot, tetapi juga dalam hati dan pikiran.
Contoh nyata perbedaan antara sekolah khusus laki-laki tradisional dan modern tampak pada sekolah di masa yang berbeda. Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, sekolah laki-laki tradisional berubah drastis dengan kurikulum berorientasi militer. Pendidikan berfokus pada doktrin ideologi serta pelatihan fisik intens untuk menanamkan disiplin, kesetiaan, dan rasa kebangsaan sesuai kepentingan Jepang. Siswa menjalani latihan ketat seperti baris-berbaris, pelatihan ketahanan fisik, dan teknik bertahan hidup. Nilai-nilai Barat disingkirkan, digantikan nilai Jepang seperti Bushido, kode etik samurai yang menekankan keberanian, kehormatan, dan kesetiaan, memprioritaskan loyalitas kepada negara dan Kaisar. Para siswa dipersiapkan untuk mendukung militer Jepang, banyak yang direkrut untuk unit pendukung militer dan terlibat dalam organisasi semi-militer seperti Seinendan (Barisan Pemuda) dan Keibodan (Barisan Pembantu Polisi).
Di era modern, konsep sekolah laki-laki terus berkembang. Kolese Kanisius sebagai sekolah laki-laki modern menerapkan konsep pendidikan yang menyeimbangkan antara fisik, intelektual, dan karakter. Selain menumbuhkan kekuatan fisik, Kanisius menekankan empati dan tanggung jawab. Di sini, siswa didorong mengembangkan potensi diri seutuhnya: tidak hanya kuat secara fisik, tapi juga peduli terhadap sesama, memiliki hati nurani yang bijak, serta kompetensi akademik dan non-akademik. Mereka berkomitmen menjalankan tanggung jawab, siap menjadi pemimpin yang berintegritas. Kolese Kanisius menciptakan lingkungan yang menumbuhkan kecerdasan emosional dan sosial siswa, mempersiapkan mereka menjadi pemimpin berintegritas yang siap berkontribusi positif di masyarakat. Dalam hal tanggung jawab, siswa dilatih untuk bertanggung jawab atas tindakan mereka, baik dalam kegiatan akademis maupun harian, serta aktif dalam kegiatan sosial atau ekstrakurikuler yang mengajarkan mereka tentang komitmen dan solidaritas.
Mengandalkan metode pendidikan maskulinitas tradisional tanpa inovasi dapat berisiko tidak relevan. Meski ketegasan dan kekuatan fisik berharga, kualitas kepemimpinan modern juga memerlukan kepekaan emosional dan keterampilan komunikasi. Pandangan yang menganggap hanya ketangguhan fisik yang mendefinisikan maskulinitas menjadi terlalu sempit. Siswa laki-laki yang dibesarkan dalam lingkungan semacam ini cenderung kesulitan saat berinteraksi dalam masyarakat yang beragam dan kompleks. Karenanya, sekolah-sekolah khusus laki-laki perlu memasukkan pendidikan emosional sebagai bagian penting dalam mendidik generasi pemimpin masa depan.
Maskulinitas diibaratkan pohon besar yang kokoh namun fleksibel mengikuti arah angin. Jika sekolah hanya fokus pada akar tanpa memperhatikan ranting dan daun, pohon mungkin kokoh tetapi tidak akan bertahan dari angin perubahan zaman. Begitu pula, mendidik siswa laki-laki agar kuat fisik tetapi kaku dalam berpikir, hanya menghasilkan generasi yang sulit beradaptasi dengan perubahan sosial cepat.
Dalam komunitas sekolah khusus laki-laki tradisional, banyak alumni menjadi pemimpin militer, pengusaha, dan tokoh masyarakat, seolah menegaskan keberanian dan ketangguhan fisik yang diwariskan. Di sekolah modern, ruang diskusi diisi ide-ide siswa, mencerminkan pendidikan yang lebih partisipatif dan empatik. Di sini, siswa dituntut menguasai fisik sekaligus belajar memahami dan mendukung satu sama lain, menyeimbangkan jiwa kepemimpinan dengan intelektual dan empati yang tidak tergoyahkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H