Lihat ke Halaman Asli

Ketidakjujuran di Dunia Akademik: Implikasi dari Pencabutan Gelar Profesor di UNS

Diperbarui: 17 Agustus 2024   15:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam dunia akademik, gelar profesor atau guru besar seharusnya menjadi simbol prestasi dan keunggulan. Namun, belakangan ini, integritas guru besar di Indonesia sedang diuji dengan sejumlah kasus yang memprihatinkan. Salah satu contohnya adalah kasus pencabutan gelar dua guru besar Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) karena dugaan pelanggaran peraturan terkait tanggung jawab dan integritas. Kecurangan dalam pemilihan rektor UNS dan ketidakpatuhan terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 menunjukkan adanya pelanggaran serius terhadap prinsip-prinsip etika akademik

Dalam konteks ini, kita dihadapkan pada dilema penting: Seberapa besar dampak ketidakjujuran dan kurangnya integritas seorang profesor terhadap kualitas pendidikan dan kepercayaan publik terhadap lembaga pendidikan tinggi? 

Gelar guru besar yang dinodai oleh buruknya integritas diri merupakan masalah yang sangat cukup memprihatinkan di Indonesia terutama di berbagai perguruan tinggi. Gelar profesor menjadi suatu judul guru besar yang diberikan kepada seseorang atas keberhasilannya dalam menempuh pendidikan sampai dengan S3 dan telah mendapat poin kredit tertentu yang diperoleh dari suatu penelitian. Menjadi seorang guru besar merupakan suatu tanggung jawab untuk menyebarkan ilmu kepada para mahasiswa. Setiap mahasiswa yang diajar memiliki tujuan masing-masing dalam pendidikan yang ditempuh mereka, sehingga seorang profesor selayaknya harus memiliki integritas dalam kegiatan belajar mengajar agar ilmunya tersampaikan secara maksimal maupun di luar kegiatan belajar mengajar.

Salah satu kasus yang membahas mengenai integritas gelar guru besar adalah kasus dua guru besar Universitas Negeri Sebelas Maret yaitu mantan Wakil Ketua Majelis Wali Amanat (WMA) UNS Hasan Fauzi dan mantan Sekretaris MWA UNS Tri Atmojo yang melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 Pasal 3 huruf e, Pasal 3 huruf f, dan Pasal 5 huruf a terkait tanggung jawab, integritas, dan keteladanan yang seharusnya dimiliki oleh guru besar. Hukuman yang diberikan atas pelanggaran tersebut adalah pencabutan gelar dua guru besar tersebut oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) sendiri. Pencabutan gelar dua guru besar tersebut dilakukan atas dugaan bahwa terdapat kecurangan dalam pemilihan Rektor UNS (Universitas Negeri Sebelas Maret) yang diurus oleh WMA UNS. Menurut saya, menjadi seorang guru besar harus mampu menjaga integritas diri sebagai seorang dengan suatu gelar tidak dipandang biasa saja. Oleh karena itu, jika seorang guru besar gagal menjaga integritas diri, maka juga akan gagal sebagai pendidik.

"Pencabutan status dosen keduanya karena dinilai melanggar Peraturan Pemerintah No. 94/2021 Pasal 3 huruf e, Pasal 3 huruf f, dan Pasal 5 huruf a. Pada bunyi PP No.94/2021 Pasal huruf a disebut pelanggaran berupa penyalahgunaan wewenang." (Febrianto, 2023).

"Drama pembatalan rektor ini bermula ketika Mendikbud Ristek Nadiem Makarim mengeluarkan Permendikbud Ristek Nomor 24 Tahun 2023. Permendikbud Ristek itu berisi mengenai penataan peraturan internal dan organ di lingkungan UNS. Dikeluarkannya aturan itu karena adanya ketidakselarasan dalam penyusunan peraturan internal UNS, termasuk pemilihan rektor. Untuk itu, Kemendikbud Ristek melalui aturan tersebut membekukan sementara MWA UNS karena cacat hukum. Karena MWA UNS dinilai cacat hukum, pemilihan rektor UNS periode 2023-2028 pun dinyatakan tidak sah. Namun, pihak MWA UNS termasuk Hasan Fauzi dan Tri Atmojo tetap ngotot ingin melakukan pelantikan." (Dzulfaroh, 2023).

Seorang profesor dapat dianalogikan seorang nahkoda kapal yang memimpin banyak awak dan penumpang menuju tujuan yang diinginkan. Kapal tersebut adalah perguruan tinggi dan penumpangnya adalah para mahasiswa yang mempercayakan perjalanan pendidikan mereka kepada sang nahkoda. Jika sang nahkoda tidak disiplin, tidak memiliki integritas, ataupun lalai dalam menjalankan tugasnya, maka kapal tersebut akan tersesat di lautan, bahkan mungkin tenggelam sebelum mencapai tujuan. Demikian pula, seorang profesor yang tidak menjaga integritas diri dan kedisiplinan dalam mengajar dapat merusak perjalanan pendidikan para mahasiswa yang berada di bawah bimbingannya, menghilangkan makna dari gelar yang seharusnya membawa kehormatan, bukan kehancuran.

Sumber:

Dzulfaroh, Ahmad Naufal. (2023, July 15). Alasan Nadiem Makarim copot gelar profesor dua guru besar UNS. Kompas. https://www.kompas.com/tren/read/2023/07/15/133000965/alasan-nadiem-makarim-copot-gelar-profesor-dua-guru-besar-uns?page=all

Febrianto, Andreas Chris. (2023, July 13). Nasib 2 eks MWA UNS Hasan Fauzi dan Tri Atmojo: Gelar profesor dicopot, harus lepas status dosen. Tribun News. https://solo.tribunnews.com/2023/07/13/nasib-2-eks-mwa-uns-hasan-fauzi-dan-tri-atmojo-gelar-profesor-dicopot-harus-lepas-status-dosen?page=all&_ga=2.121947787.1420946414.1723880811-631179575.1723880810




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline