Lihat ke Halaman Asli

NewK Oewien

Sapa-sapa Maya

KUR yang Begitu "Seksi", Malah Memuja Si Sepuh Rentenir

Diperbarui: 19 Maret 2018   19:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto : Garudadesa.com

Karena sudah tidak ada akar lagi di pekarangan, maka Ayah mengabil rotan dari mulut Macan

Kita mungkin sudah alami, paling tidak pernah dengar cerita bagaimana ceritanya saat dilanda keadaan kepepet. Entah itu urusan materil yang berseri, dikejar deadline kerja, dikejar anjing gila, bertemu penjahat, bertemu jalan buntu dan bisa juga dianggap kepepet ketika kebetulan berpapasan dengan mantan yang bergandeng tangan sama pasangan barunya.

Apapun modelnya, jelas rasanya tidak enak. Hal itu cukup menjadi alasan, demi melewatinya, kita mengambil tindakan diluar kemampuan. Keringat tumpah merupakan hal wajar saja. Malah yang paling buntung, celana kesayangan pun kadang harus kita relakan menjual diri di tempat loakan. Taklah mengapa itu.

Yang paling sering terjadi dan cukup beragam tindakan konyol penyelesaiannya tentu yang menyangkut materil, berurusan dengan kebutuhan primer. Jelasnya masalah uang.

Rumah tangga akan mulai goyah, saat wadah perberasan tinggal menyisakan lebih kurang sekilo beras. Adapun uang tapi yang menjual tidak ada akan jadi runyam juga. Lebih-lebih kalau alat tukarnya tidak ada. Kepepet luar biasa namanya.

Dapur tidak mau tau urusan di belakangnya. Pokoknya tiga kali sehari harus mengepul---walaupun bukan dapur pribadi tapi kepulan dapur warung harus dinikmati.

Karenanya tindakan diluar kewajaran tadi harus dilakukan: misal yang tidak biasa jadi buruh kasar harus rela meleburkan tenaga di tempat pengadukan semen, jadi "binatang" pebajak sawah juragan, dlsb... atau, ah, jarah saja kebun warga sudah (di Kampung), sekurangnya jadi pencopet jika di kota, barangkali.

Pilihan menjual tenaga kebetulan tidak tersedia atau gengsilah. Bekerja sebagai malingpun dilarang hati. Terus jadi peminta-minta? Itu memalukan kawan, apalagi rentan ditangkap Satpol PP. Persimpangan itu sangat menentukan, yang mana setiap arahnya bias adanya.

Kita yang jadi pengamal otak dagang, penganut setiap tindakan adalah berjudi, pecinta resiko tinggi memilih mengajukan diri ke tempat pemberi modal cuma-cuma---tanpa syarat berbelit---sekalipun kita tau setiap saat darah terisap.

Kabar tindakan yang diambil lebih banyak buntungnya dilupakan saja. Ini menyangkut perut. Toh, tetangga sebelah dapat bernapas panjang setelah "pulang" dari situ. Ia bisa, kenapa kita tidak. Begitu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline