Lihat ke Halaman Asli

NewK Oewien

Sapa-sapa Maya

Panen Cabe Keriting hingga Berkreasi Keripik Pisang

Diperbarui: 19 Februari 2017   11:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Dokumentasi Pribadi)

Jauh sebelum Bapak Enggartiasto Lukita menyarankan agar masyarakat menanam cabe sendiri guna mengatasi mahalnya harga cabe, sekitaran tahun 90an, masyarakat di daerah penulis telah melakukan budidaya tanam Cabe di pekarangan rumah, numun bukan untuk meredam laju harga melainkan karena tidak berharga –tidak laku di pasar. Hanya untuk konsumsi rumah tangga.

Pada masa itu, proses perdagangan hanya mengandalkan pasar di kota kecamatan: pihak penjual dan pembeli dari daerah itu juga dan tak jarang mereka memiliki jenis barang sama, jika tidak laku barter pun tidak bisa.

Hal itu karena sulitnya akses keluar masuk, sehingga barang yang rentan rusak tidak menarik untuk diperdagangkan keluar daerah. Baru setelah tahun 2000an dengan mulainya pembangunan infrastruktur, barang seperti Cabe menarik diperdagangkan ke luar daerah.

Tapi masih berkapasitas rendah sebab harga kurang menarik, dan tak jarang pada musim penghujan tidak bisa diuangkan: rusak dan tauke tidak mau membeli. Ketidakpastian harga membuat kurangnya minat masyarakat membudidayakan Cabe, padahal sangat potensial.

Berbeda dulu berbeda pula sekarang, tanaman Cabe mulai menjadi primadona bagi masyarakat yang menggantungkan hidup dari hasil pertanian. Dulu mayoritas petani menanam Tembakau dan Padi. Karena tertarik dari segelintir Petani yang mendulang sukses dari Cabe, mereka dengan suka cita mengalihkan objek tani mereka.

Mudah sekali mendapatkan areal persawahan beralih fungsi menjadi Kebun. Memang, jika tepat sasaran Cabe dapat seketika mengembungkan kantong yang ‘kemaren’ kempes, seolah disulap.

“Iya. Kalau Petani mau sukses harus tanam Cabe.” Aku salah satu Petani yang sedang panen dengan senyum mengembang.

Di Kabupaten Gayo Lues, daerah yang paling banyak membudidayakan tanaman Cabe adalah Kecamatan Balangpegayon serta lumayan di Kecamatan Putri Betung, Blangkejeren, Terangun dan Tripe Jaya.

Pasokan Cabe yang terhitung tinggi dari pangsa pasar yang ada, hingga sasaran utama dari petani adalah luar daerah. Medan daerah yang paling besar menampung, selain Medan, Banda Aceh dan Kabupaten di bagian pesisir utara Aceh juga, namun masih berskala rendah dan kualitas menjadi prioritas. Hal tersebut sesuai dengan pengakuan Tauke di Kampung Kute Bukit, Kecamatan Balangpegayon, Ran namanya.

“Iya. Tujuan barang memang luar daerah. Kalau hanya Gayo, ya gak jalan.”

Mengingat daerah pemasaran menempuh jarak yang lumayan jauh, padahal Cabe rentan rusak juga harga didaerah pemasaran tidak stabil, penulis menanyakan resiko yang dihadapi Tauke.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline