adalah kalimat pertama yang tersirat ketika saya membaca dan mencerna salah satu artikel dari Terminal Mojok buatan salah satu "mahasiswa psikolog" yang akan saya bedah di artikel ini
Pertama: "APA SI ITU OPEN MIND?". Baik dari sumber Quora, Merriam-Webster, & artikelnya sendiri sudah menjelaskan poinnya bahwa open mind/berpikiran terbuka pada dasarnya/in the nutshell adalah:
"Mau menerima pemikiran yang berbeda dari yang sebelumnya kita pahami"
Jadi kalau diilustrasikan sama halnya manusia yang lagi menuntut ilmu dimana manusia "rela" menerima berbagai jenis/bidang ilmu seperti matematika, bahasa, dan lain-lainnya
Nah karena "open mind" sendiri adalah "penerimaan pemahaman/pemikiran" maka "OPEN MIND BUKANLAH FILTER" seperti yang dijelaskan dalam artikel mahasiswa psikolog tersebut:
"...Simpelnya, berpikiran terbuka semacam filter untuk menyaring baik atau buruk sebuah ide ataupun pemikiran yang beredar di masyarakat. "
Kalau mau mendefinisikan open mind sebagai "filter/penyaring" malah absurd karena open mind itu TIDAK ADA BATASANNYA seperti halnya skeptisisme, objektifisme keras, relatifisme, teologisme, dan sejenisnya karena itu tadi bahwa open mind adalah "sikap seseorang dalam menerima informasi", tak kurang tak lebih
Karenanya saya "cringe" ketika si penulis membawa istilah "pemikiran menyimpang":
"Namun apa yang terjadi di masyarakat Indonesia? Berpikiran terbuka dijadikan ajang keren-kerenan, sebagai simbol kebijaksanaan yang tidak dapat diganggu gugat. Serta sebagai dalih untuk membenarkan pemikiran menyimpang dan perbuatan tercela "
Lah sejak kapan dalam definisi "open mind" ada yang namanya pemikiran yang menyimpang dengan yang tidak menyimpang? Justru menetapkan "standar" pada keterbukaan pikiran malah membuat pikiran tak terbuka lagi dong sehingga yang terjadi adalah "oxymoron" .
Open mind sendiri pun juga tidak bisa disebut sebagai "pelanggeng perbuatan buruk" karena keterbukaan pikiran bukanlah pilosofis mengenai moral seperti humanisme, utilitarian, dan sejenisnya. Dan yang saya simak dari artikel tersebut penulisnya pun sangat menekankan pada "sikap individu atau kelompok manusia yang meremeh-temeh konservatifisme pada dogma agama yang dicocoklogikan ke keterbukaan pikiran yang membuat artikel tersebut lebih seperti artikel "curhatan sakit hati" ketimbang ngebahas open mindnya sendiri :p