OBLAZIONE D'OOGI
(Penyerahan Diri Secara Total Kepada Allah di Zaman Now)
Setiap orang yang menanggapi panggilan hidup secara khusus berkewajiban untuk menyerahkan diri secara total kepada Tuhan dan kongregasi/ordonya. Penyerahan diri itu akan tampak dan terlihat pada penghayatan ketiga nasehat injil yakni : ketaatan,kemiskinan dan kemurnian. Demikianlah kata pengantar ret-ret yang disampaikan oleh RD.Shan Efran Sinaga,Pr.
Oblaziene D`oggi menjadi Thema Ret-ret kami dimasa pandemi covid-19 ini. Yang dilaksanakan di rumah ret-ret Jericho -- Bingkawan Keuskupan Agung Medan. Lewat permenungan dan Thema ini kami diajak untuk merenungkan kembali apa arti penyerahan diri secara total kepada Allah melalui ketiga kaul yang kami ikrarkan dalam persaudaraan OSF -Sibolga serta bagaimana cara mewujudkan dan menjalaninya.
Penyerahan diri artinya bahwa saya memasrahkan diri sepenuhnya kepada subjek yang saya percayai yaitu Tuhan . Saya menyerahkan diri secara utuh dan total kepada Tuhan untuk dipakai dan dibimbing melalui kongregasi. Secara total artinya penuh, maksimal, paripurna, melibatkan tubuh, jiwa dan raga, pikiran, hati dan tindakan saya.
Berbuat sepenuh hati dan bukan setengah-setengah . Belajar dari kisah panggilan Abraham yang pada awalnya sudah nyaman dengan keadaan yang ada, akan tetapi karena Tuhan meminta untuk pergi makai a harus keluar dari zona nyaman melalui gurun pasir yang penuh resiko. Penyerahan diri Abraham pada akhirnya membuat dia menjadi bapak orang percaya. Dia dihantar ke tanah yang berlimpah susu dan madunya yang mendatangkan berkat berlimpah bagi keluarganya dan bahkan bagi banyak orang . Pertanyaannya bagaimana dengan penyerahan diri saya? Apakah saya sudah menjadi berkat bagi orang lain? Inilah permenungan yang tidak pernah akan berakhir.
Jawaban atas pertanyaan itu kutemukan dalam kaulku yakni : Ketaatan, Kemurnian dan Kemiskinan.
Merenungkan ketiga kaul dan dan konsekuensinya membuat saya membungar kembali . Bahwa kaul yang saya ucapkan dan proklamirkan kepada Allah dan kepada sesama membuat saya lepas dari keterikatan dunia dan berpasrah sepenuhnya kepada kehendak Tuhan.
Penyerahan diri secara total dapat diukur melalui karya dan pelayanan saya. Masalahnya saya masih menemukan diri saya kurang maksimal dalam hal penyerahan diri. Hal ini terlihat jelas ketika saya masih mengeluh dan tidak mampu bekerja dengan sepenuh hati bahkan tidak mampu bekerja sama dengan sesama suster.
Akhirnya ketidakmampuan itu membuat saya tidak dapat bersukacita dan bahagia dalam tugas-tugas saya. Keberadaan ku yang tidak bersuka cita membuat komunitasku tidak bahagia atau kehadiranku tidak menjadi berkat bagi saudari yang tinggal Bersama saya. Lalu apa yang perlu kulakukan jika terjadi demikian?
Solusinya adalah sedini mungkin atau pada saat ini juga saya harus mengerti dan menghayati kaul itu secara sungguh-sungguh. Kaul yang saya ucapkan adalah bagian dari hidup saya atau jalan yang harus saya tempuh untuk sampai pada kesempurnaan hidup yang saya harapkan. Dengan demikian penghayatan akan kaul membantu saya untuk mengubah kecenderungan duniawi saya ( egoku) menjadi suatu kekuatan untuk memberikan pengadian/ pelayanan yang tulus dalam kongregasi.