Lihat ke Halaman Asli

Gatot Swandito

Gatot Swandito

Korupsi Asabri: Peradilan Siluman

Diperbarui: 7 Januari 2022   16:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (Sumber Tribunnews.com)

Dissenting opinion anggota Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Mulyono Dwi Purwanto dalam perkara korupsi PT Asabri kembali mendapat apresiasi,

Kali ini apresiasi datang dari Guru Besar Hukum Pidana Universitas Airlangga Nur Basuki Minarno. Nur menyatakan dissenting opinion Hakim Mulyono sudah tepat dari segi aturan atau undang-undang (UU).

Seperti pernyataan guru besar hukum pidana lainnya, Nur pun menegaskan bahwa kerugian negara dalam kasus korupsi, tidak terkecuali kasus korupsi PT Asabri, harus kerugian nyata dan pasti, tidak boleh potensial kerugian karena akan menjadi beban bagi terpidana.

Lebih lanjut, Nur berpendapat dissenting opinion Hakim Mulyono ini penting karena dapat menjadi catatan bagi pengadilan banding dan pengadilan kasasi.

Sebagaimana yang diketahui, pada 2016, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan Putusan MK Nomor 25/PUU-XIV/2016.  Dalam putusan tersebut, MK mencabut frasa "dapat" pada Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). 

Dengan keluarnya Putusan MK tersebut, frasa "dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara" ditafsirkan harus dibuktikan dengan kerugian keuangan negara yang nyata (actual loss), bukan potensi atau perkiraan kerugian keuangan negara (potential loss).

Sementara, kerugian negara sebesar Rp 22,7 triliun dalam perkara korupsi PT Asabri bukan merupakan actual loss.

Dalam kasus korupsi Asabri, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan kekeliruan. Lantaran, kerugian negara sebesar Rp 22,788 triliun berasal dari jumlah saldo yang dibeli atau diinvestasikan pada efek (saham) setelah dikurangi penjualan atau redemption saldo pada 31 Desember 2019, sebelum laporan audit selesai pada 31 Maret 2021. Sebab, sampai saat ini, baik itu reksadana, surat, dan saham-saham masih dalam penguasaan atau masih menjadi milik PT Asabri. 

Sebagaimana yang disampaikan Hakim Mulyono dalam dissenting opinionnya, dengan metode penghitungan yang digunakan oleh ahli tersebut, saham atau efek tersebut masih memiliki nilai bila dijual atau dilikuidasi reksadananya. 

Singkatnya, surat-surat berharga yang diperkarakan tersebut masih menghasilkan dana atau keuntungan bagi PT Asabri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline