Kasus korupsi PT Asabri yang sudah sampai tahap penuntutan semakin menarik untuk diikuti. Bukan saja karena kerugian negara yang menurut Jaksa Penuntut Umum (JPU) mencapai Rp 22,7 triliun, melainkan juga adanya "simsalabim abrakadabra" pada pasal yang dipaksakan kepada para terdakwa khusunnya terhadap Heru Hidayat selaku Presiden PT Trada Alam Minera.
Sebagaimana yang diberitakan sejumlah media, delapan terdakwa dalam kasus korupsi PT Asabri ini bersama-sama telah melakukan tindak pidana merugikan negara senilai Rp 22,788 triliun. Dakwaan itu disampaikan jaksa dalam sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada 16 Agustus 2021.
Atas perbuatannya tersebut, jaksa menjatuhkan dakwaan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara, tiga terdakwa, yaitu Heru Hidayat, Jimmy Sutopo dan Benny Tjokrosaputro juga didakwa dengan pasal pencucian uang yakni Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Dalam dakwaannya terhadap Heru Hidayat yang dituntut hukuman mati, jaksa mendakwa Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera telah menerima Rp 12,4 triliun.
Sayangnya, pemberitaan media terkait kasus korupsi PT Asabri ini tidak menyebutkan besaran jumlah uang yang masuk ke kantong pribadi terdakwa dari total Rp 12,4 triliun yang diterima oleh PT Trada Alam Minera. Apakah keseluruhan dari total yang diterima oleh PT Trada Alam Minera masuk ke kantong pribadi Heru Hidayat atau ada sebagian lagi yang dikelola oleh PT Trada Alam Minera.
Sesuai Putusan MK No 48 dan 62/PUU-XI/2013 yang mengukuhkan mengukuhkan status kekayaan negara yang bersumber dari keuangan negara dan dipisahkan dari APBN untuk disertakan menjadi penyertaan modal di BUMN tetap menjadi bagian dari rezim keuangan negara. Maka kerugian yang dialami oleh PT Asabri juga merupakan kerugian negara.
Namun demikian, PT Asabri sebagai perseroan terbatas memiliki badan hukum tersendiri. Dengan statusnya tersebut, PT Asabri tidak ubahnya perusahaan swasta. Dengan begitu, kerja sama antara PT Asabri dan PT Trada Alam Minera ( PT TAM) adalah B to B (Business to Business).
Karena B to B, maka penerimaan uang dari PT Asabri ke PT Trada Alam Minera tidak bisa dikategorikan sebagai suap atau gratifikasi. Sementara, kegagalan pengelolaan saham oleh PT TAM) yang merugikan PT Asabri tidak bisa disebut sebagai tindak pidana korupsi.
Sebab kerugian yang dialami PT Asabri akibat kegagalan PT TAM dalam mengelola saham serupa dengan kerugian negara akibat kesalahan manajemen pada BUMN-BUMN lainnya. Lebih lagi, saham yang dikelola oleh PT TAM masih pada posisi potential loss. Artinya, PT Asabri belum bisa disebut telah benar-benar merugikan negara.