"Pengen sekali-kali ngajak anak-anak ke sana," ucap Salsa Sinambela saat ditanyai tentang Toba yang tersimpan dalam memorinya.
Salsa yang telah lebih dari dua dekade bermukim di Banjarmasin itu kemudian mengenang masa kecilnya yang sering diajak ayahnya mengunjungi Toba. Di tano Toba yang memiliki ketinggian 905 meter di atas permukaan laut itu, Salsa menghabiskan waktu liburnya di rumah opung-opung dari keluarga ayahnya.
Ada "Eat Pray Love" pada Heritage of Toba Ini
"Siak hitir-hitir," ucap Salsa saat ditanya tentang cita rasa arsik ikan mas khas Batak.
Meski sudah lama Salsa tidak menyantap arsik ikan mas, namun saat membincangkannya, cita rasa asam dan pedas menggigit dari kuliner khas Batak ini seolah langsung melengketi indera pengecapnya.
"Ada filosofinya," jawab pemilik rambut panjang yang sejak 1994 merantau meninggalkan Medan, kota kelahirannya.
Ibu dua buah hati itu tidak salah. Arsik berbahan baku ikan mas bukan saja soal makan (eat). Lantaran, menurut filosofi adat Batak, ikan mas merupakan dekke sitio-tio yang melambangkan kemurnian hidup dan panjang umur. Di situlah ada setangkup doa (pray) yang dipanjatkan saat menyantapnya.
Dan, lantaran berenang maju dan hidup dalam harmoni kelompok atau dekke simudur-udur tanpa saling berbenturan satu sama lainnya, bagi masyarakat Batak, spesies Cyprinus carpio juga melambangkan kehidupan damai turun-temurun (love).
Karena melambangkan kehidupan manusia secara utuh, penyajian arsik ikan mas ini pun tidak boleh sembarangan. Ikan harus disajikan dalam kondisi utuh, mulai kepala sampai ekornya, bahkan sisiknya pun tidak boleh dibuang. Menurut adat setempat, memotongnya sama artinya dengan mengharapkan pasangan tidak memiliki keturunan.
Sebagaimana kuliner-kuliner khas Batak lainnya, arsik ikan mas menjadi salah satu Heritage of Toba yang memiliki daya tarik tersendiri bagi para pelancong.