Lihat ke Halaman Asli

Gatot Swandito

Gatot Swandito

Revisi UU ITE: Menkominfo Johnny Plate Seharusnya Pertegas Pasal "Papa Minta Saham"

Diperbarui: 17 Juni 2021   10:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aktifitas penambangan di Freeport (Sumber: Kompas.com)

Pemerintah sudah memutuskan akan merevisi UU ITE. Revisi undang-undang ini pastinya sangat terkait dengan Kemenkominfo yang saat ini dipimpin oleh Johnny G Plate.

Menurut Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, hanya ada empat pasal pada UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU ITE yang direvisi. 

Adapun empat pasal yang bakal direvisi meliputi Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, dan Pasal 36. Dengan direvisinya empat pasal tersebut, pemerintah memastikan tidak mencabut secara keseluruhan UU ITE

"Kita perbaiki tanpa mencabut UU itu, karena UU itu masih bisa diperlukan untuk mengatur lalu lintas komunikasi kita," terang Mahfud. 

Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate sendiri mengatakan pihaknya beserta  Kejaksaan Agung dan Kepolisian akan meluncurkan buku pintar yang ditujukan kepada aparat penegak hukum soal pedoman teknis penerapan UU ITE. Diharapkan buku pedoman tersebut dapat memenuhi keadilan hukum masyarakat dalam koridor UU ITE.

"[Sengketa] Baik itu oleh Kepolisian RI, Kejaksaan RI atau lembaga lainnya di ruang fisik dan tentunya bagi Kominfo di ruang digital," kata Johnny pada 22 Februari 2021.

 

Jika tidak Direvisi, Pasal UU ITE ini Sebaiknya Ditegaskan

Rekaman yang dimiliki oleh saudara Maroef Sjamsoeddin diperoleh secara melawan hukum, tanpa hak, tanpa izin, serta bertentangan dengan undang-undang. Karena itu, tidak boleh digunakan sebagai alat bukti dalam persidangan etik yang mulia ini sebab alat bukti perekaman tersebut adalah ilegal." kata Setya Novanto pada 7 Desember 2025.

"Pledoi" Setya Novanto itu didapat wartawan dari salah seorang anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang tidak mau diungkap identitasnya.

Setya yang saat itu menjabat Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempersoalkan rekaman percakapan yang dibuat Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin. Menurutnya, rekaman itu bertentangan dengan hukum. Dengan alasan itu, Setya menilai rekaman itu tidak layak dijadikan alat bukti dalam persidangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline